Rabu, 14 Mei 2014
In:
Askeb
Gangguan Sistem Sensori Persepsi Askep Glaukoma
1.1 Pengertian
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan mata tidak normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusajan saraf pengelihatan dan kebutaan(Sidarta Ilyas,20004).
Glaukoma adalah adanya kesamaan kenaikan tekanan intra okuler yang beerakhir dengan kebutaan(Fritz Hollwich,1993).
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala kenaikan tekanan intra okuker,dimana dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optic sehingga trejadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang(Martenili,1991).
Glaukoma berasal dari kata yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Kelainan mata glaucoma yang ditandai dengan kenaikan tekanan bola mata atropi saraf optikus dan menciutnya lapang pandang. Glaukoma dalah suatu penyakit dimana tekanan didalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi pengelihatan(Mayaendru Dwinra,2009).
1.2 Klasifikasi
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi yaitu:
• Glaukoma primer
• Glaukoma kongenital
• Glaukoma skunder
Klasifikasi glukoma berdasarkan mekanisme peningkatan teknan intra okuler yaitu:
Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut tertutup
1.2 Etiologi
Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada umumnya disebabkan karena aliran aqueous humor terhambat yang bisa meningkatkan tekanan intra okuler.
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif,2009).
Umur
Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Tekanan bola mata /kelainan lensa
Obat-obatan
1.3 Patofisiologi
Aqueous humor secara kontinou diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus siliari bilik mata belakang untuk memberikan nutrient pada lensa. Aqueous humor mengalir melalui jaring-jaring trabukuler, pupil, bilik mata depan, trabukuler meshword dank kanal schlem. Tekanan intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmHG tergantung keseimbangan antara produksi dan pengeluaran ( aliran ) aqueous humor dibilik mata depan.
Peningkatan TIO akan menekan aliran darah kesaraf optic dan retina sehingga dapat merusak serabut saraf optic menjadi iskemik dan mati selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan dimulai dari perifer menuju ke fovia sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari daerah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal (Sunaryo Joko Waluyo, 2009).
1.4 Manifestasi Klinis
Keluhan yang sering muncul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau kabur, lapang pandang menjadi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen.
Gejala lain adalah : (Hanawartiaj,2008)
• Mata merasa sakit tanpa kotoran
• Kornea suram
• Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah
• Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat
• Nyeri dimata dan sekitarnya
• Udema kornea
• Pupil lebar dan reflex berjurang sampai hilang
• Lensa keruh
1.6 Komplikasi
Komplikasi dari glaucoma menurut berbagai sumber adalah kebutaan.
1.7 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : (Hanarwatiaj,2008)
• Oftalmoskopi
Untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina , diskus optikus macula dan pembuluh darah retina.
• Tonometri
Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHG dan dianggap patilogi bila melebihi 25 mmHG.
• Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang has pada glaucoma . secara sederhana , lapang pandang dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.
• Pemeriksaan Ultrasonotrapi
Adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
1.8 Penatalaksanaan
Glaucoma bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan , glaucoma dapat dicegah untuk menghambat kerusakan lanjut dari lapang pandangan dan rusaknya sraf penglihatan. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ketingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda tergantung klasifikasi glaucoma dan respon terhadap terapi (Harnawatiaj,2008):
• Terapi obat
1.Pengahambat adrenerjik beta
2.Apraklonidin
• 3.Inhibitor karbonat anhidrase
• Terapi bedah laser
Penembakan laser untuk memperbaiki aliran humo aqueous dan menurunkan TIO
• Bedah drainase
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase noral sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous dari kamera anterior kejaringan sub konjungtifa, dapat dibuat dengan trabakulotomi atau insersi selang drainase.
• Irepdektomi perifer atau lateral
Dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkkinkan aliran humor aqueous dari kornea posterior ke anterior
BAB II
KONSEP DASAR ASKEP
2.2.1 Pengkajian teoritis lengkap
i.Identitas
Lebih sering terjadi pada usia 40 tahun keatas
ii.Keluhan utama
Berkurangnya lapang pandang dan mata menjadi kabur
iii.Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan matanya kabur dan sering menabrak
Pemeriksaan fisik
iv.Riwayat penyakit dahulu
kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan kortikosteroid
v.Riwayat penyakit keluarga
kaji apakah ada kelurga yang menglami penyakit glaucoma sudut terbuka primer.
a.aktivitas atau istirahat
gejala: perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b.makanan atau cairan
gejala:mual atau muntah
c.neuro sensori
gejala: gangguan penglihatan (kabur atau tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer. Penglihatan berawan atau kabur , tanpa lingkaran cahaya atau pelangi sekitar sinar , kehilangan penglihatan perifer, photofobia (glaucoma akut). Perubahan kacamata atau pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda: pupil menyempit dan merah atau mata keras dengan kornea berawan (glaucoma darurat). Peningkatan air mata.
d. Nyeri atau kenyamanan
gejala: ketidaknyamanan ringan atau mata berair ( glaucoma kronis). Nyeri tiba-tiba atau berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaucoma akut)
2.2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penerimaan sensori: gangguan status organ
2. Ansietas b/d penurunan penglihatan actual
3. Nyeri b/d peningkatan TIO
4. Gangguan citra tubuh b/d hilangnya penglihatan
5. Ketidakmampuan dalam perawatan diri b/d penurunan penglihatan
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penerimaan sensori: gangguan status organ
Penggunaan penglihatan yang optimal. Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut. Mandiri:
1.Pastikan derajat atau tipe kehilangan penglihatan.
2.Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan.
3.Tunjukkan pemberian tetes mata,contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah dosis.
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi:
1.Pilokarpin hidroklorida (isoptocarpin, Ocusertpilo, pilopine HS Gel);
2.Asetazolamid (Dioamox). Mandiri:
1.Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi.
2.Sementara intervensi dini mencegah kebuutaan, pasien menghadapi kemungkinan atau mengalami pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total. Meskipun kehilangan penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki (meskipun dengan pengobatan), kehilngan lanjut dapat dicegah.
3.Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
Kolaborasi:
1.Obat miotik tropical ini menyebabkan kontriksi pupil, memudahkan keluarnya aqueous humor.
2. Menurunkan laju produksi aqueous humor.
2 Ansietas b/d penurunan penglihatan actual Cemas hilang atau berkurang Menunjukan ketajaman pemecahan masalah. 1.Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/ timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
2.Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
3.Dorong pasien unttuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
4.Identifikasi sumber/orang yang menolong. 1.Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri. Potensial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medic untuk mengontrol TIO.
2.Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidak tahuan/ harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3.Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah.
4.Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
3 Nyeri b/d peningkatan TIO
Nyeri hilang atau berkurang Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam pasien mengatakan nyerinya berkurang. 1.Kaji tingkat nyeri
2.Pantau derajat nyeri mata setiap 30 menit selama fase akut.
3.Siapkan pasien untuk pembedahan sesuai peranan.
4.Pertahankan tirah baring ketat pada posisi semi fowler
5.berikan lingkungan gelap dan terang. 1.Mengetahui tingkat nyeri untuk memudahkan intervensi selanjutnya.
2.Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
3.Setelah TIO terkontrol pada glaucoma sudut terbuka, pembedahan harus dilakukan untuk secara permanen menghilangkan blok pupil.
4.Tekanan pada mata ditingkatkan bila tubuh datar
5.stress dan sinar mienimbulkan TIO yang mecetuskan nyeri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler yang dapat merusak saraf mata sehingga mengakibatkan kebutaan. Glaucoma diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intra okuler. Penyebab tergantung dari klasifikasi glaucoma itu sendiri tetapi pada umumnya disebabkan karena aliran aqueus humor terhambat yang bisa meningkatkan TIO. Tanda dan gejalanya kornea suram, sakit kepala , nyeri, lapang pandang menurun,dll. Komplikasi dari glaucoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat dilakukan pembedahan dan obat-obatan.
3.2 Saran
Hendaknya jika mengalami tanda dan gejala glaucoma sevara cepat melakukan pemeriksaan dini agar glaucoma dapat ditangani.
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana tekanan mata tidak normal atau lebih tinggi dari pada normal yang mengakibatkan kerusajan saraf pengelihatan dan kebutaan(Sidarta Ilyas,20004).
Glaukoma adalah adanya kesamaan kenaikan tekanan intra okuler yang beerakhir dengan kebutaan(Fritz Hollwich,1993).
Glaukoma merupakan kelainan mata yang mempunyai gejala kenaikan tekanan intra okuker,dimana dapat mengakibatkan pencekungan papil syaraf optic sehingga trejadi atropi syaraf optik, penyempitan lapang pandang(Martenili,1991).
Glaukoma berasal dari kata yunani “glaukos” yang berarti hijau kebiruan, yang memberikan kesan warna tersebut pada pupil penderita glaucoma. Kelainan mata glaucoma yang ditandai dengan kenaikan tekanan bola mata atropi saraf optikus dan menciutnya lapang pandang. Glaukoma dalah suatu penyakit dimana tekanan didalam bola mata meningkat, sehingga terjadi kerusakan saraf optikus dan menyebabkan penurunan fungsi pengelihatan(Mayaendru Dwinra,2009).
1.2 Klasifikasi
Klasifikasi glaukoma berdasarkan etiologi yaitu:
• Glaukoma primer
• Glaukoma kongenital
• Glaukoma skunder
Klasifikasi glukoma berdasarkan mekanisme peningkatan teknan intra okuler yaitu:
Glaukoma sudut terbuka
Glaukoma sudut tertutup
1.2 Etiologi
Penyebabnya tergantung dari klasifikasi glaukoma itu sendiri tetapi pada umumnya disebabkan karena aliran aqueous humor terhambat yang bisa meningkatkan tekanan intra okuler.
Faktor-faktor resiko dari glaukoma adalah (Bahtiar Latif,2009).
Umur
Riwayat anggota keluarga yang terkena glaukoma
Tekanan bola mata /kelainan lensa
Obat-obatan
1.3 Patofisiologi
Aqueous humor secara kontinou diproduksi oleh badan silier (sel epitel prosesus siliari bilik mata belakang untuk memberikan nutrient pada lensa. Aqueous humor mengalir melalui jaring-jaring trabukuler, pupil, bilik mata depan, trabukuler meshword dank kanal schlem. Tekanan intra okuler (TIO) dipertahankan dalam batas 10-21 mmHG tergantung keseimbangan antara produksi dan pengeluaran ( aliran ) aqueous humor dibilik mata depan.
Peningkatan TIO akan menekan aliran darah kesaraf optic dan retina sehingga dapat merusak serabut saraf optic menjadi iskemik dan mati selanjutnya menyebabkan kerusakan jaringan dimulai dari perifer menuju ke fovia sentralis. Hal ini menyebabkan penurunan lapang pandang yang dimulai dari daerah nasal atas dan sisa terakhir pada temporal (Sunaryo Joko Waluyo, 2009).
1.4 Manifestasi Klinis
Keluhan yang sering muncul adalah sering menabrak akibat pandangan yang menjadi jelek atau kabur, lapang pandang menjadi lebih sempit hingga kebutaan secara permanen.
Gejala lain adalah : (Hanawartiaj,2008)
• Mata merasa sakit tanpa kotoran
• Kornea suram
• Disertai sakit kepala hebat terkadang sampai muntah
• Kemunduran penglihatan yang berkurang cepat
• Nyeri dimata dan sekitarnya
• Udema kornea
• Pupil lebar dan reflex berjurang sampai hilang
• Lensa keruh
1.6 Komplikasi
Komplikasi dari glaucoma menurut berbagai sumber adalah kebutaan.
1.7 Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut : (Hanarwatiaj,2008)
• Oftalmoskopi
Untuk melihat fondus mata bagian dalam yaitu retina , diskus optikus macula dan pembuluh darah retina.
• Tonometri
Adalah alat untuk mengukur tekanan intra okuler, nilai yang mencurigakan apabila berkisar antara 21-25 mmHG dan dianggap patilogi bila melebihi 25 mmHG.
• Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang has pada glaucoma . secara sederhana , lapang pandang dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.
• Pemeriksaan Ultrasonotrapi
Adalah gelombang suara yang dapat digunakan untuk mengukur dimensi dan struktur okuler.
1.8 Penatalaksanaan
Glaucoma bukanlah penyakit yang dapat disembuhkan , glaucoma dapat dicegah untuk menghambat kerusakan lanjut dari lapang pandangan dan rusaknya sraf penglihatan. Tujuan penatalaksanaan adalah menurunkan TIO ketingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan, penatalaksanaan berbeda-beda tergantung klasifikasi glaucoma dan respon terhadap terapi (Harnawatiaj,2008):
• Terapi obat
1.Pengahambat adrenerjik beta
2.Apraklonidin
• 3.Inhibitor karbonat anhidrase
• Terapi bedah laser
Penembakan laser untuk memperbaiki aliran humo aqueous dan menurunkan TIO
• Bedah drainase
Tindakan bedah untuk membuat jalan pintas dari mekanisme drainase noral sehingga terbentuk akses langsung humor aqueous dari kamera anterior kejaringan sub konjungtifa, dapat dibuat dengan trabakulotomi atau insersi selang drainase.
• Irepdektomi perifer atau lateral
Dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkkinkan aliran humor aqueous dari kornea posterior ke anterior
BAB II
KONSEP DASAR ASKEP
2.2.1 Pengkajian teoritis lengkap
i.Identitas
Lebih sering terjadi pada usia 40 tahun keatas
ii.Keluhan utama
Berkurangnya lapang pandang dan mata menjadi kabur
iii.Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan matanya kabur dan sering menabrak
Pemeriksaan fisik
iv.Riwayat penyakit dahulu
kaji apakah pasien pernah mengkonsumsi obat-obatan kortikosteroid
v.Riwayat penyakit keluarga
kaji apakah ada kelurga yang menglami penyakit glaucoma sudut terbuka primer.
a.aktivitas atau istirahat
gejala: perubahan aktivitas biasanya atau hobi sehubungan dengan gangguan penglihatan.
b.makanan atau cairan
gejala:mual atau muntah
c.neuro sensori
gejala: gangguan penglihatan (kabur atau tak jelas), sinar terang menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap penglihatan perifer. Penglihatan berawan atau kabur , tanpa lingkaran cahaya atau pelangi sekitar sinar , kehilangan penglihatan perifer, photofobia (glaucoma akut). Perubahan kacamata atau pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda: pupil menyempit dan merah atau mata keras dengan kornea berawan (glaucoma darurat). Peningkatan air mata.
d. Nyeri atau kenyamanan
gejala: ketidaknyamanan ringan atau mata berair ( glaucoma kronis). Nyeri tiba-tiba atau berat menetap atau tekanan pada dan sekitar mata, sakit kepala (glaucoma akut)
2.2.2 Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penerimaan sensori: gangguan status organ
2. Ansietas b/d penurunan penglihatan actual
3. Nyeri b/d peningkatan TIO
4. Gangguan citra tubuh b/d hilangnya penglihatan
5. Ketidakmampuan dalam perawatan diri b/d penurunan penglihatan
2.2.3 Rencana Asuhan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1 Gangguan persepsi sensori b/d gangguan penerimaan sensori: gangguan status organ
Penggunaan penglihatan yang optimal. Mempertahankan lapang ketajaman penglihatan tanpa kehilangan lebih lanjut. Mandiri:
1.Pastikan derajat atau tipe kehilangan penglihatan.
2.Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan / kemungkinan kehilangan penglihatan.
3.Tunjukkan pemberian tetes mata,contoh menghitung tetesan, mengikuti jadwal, tidak salah dosis.
Kolaborasi:
Berikan obat sesuai indikasi:
1.Pilokarpin hidroklorida (isoptocarpin, Ocusertpilo, pilopine HS Gel);
2.Asetazolamid (Dioamox). Mandiri:
1.Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan intervensi.
2.Sementara intervensi dini mencegah kebuutaan, pasien menghadapi kemungkinan atau mengalami pengalaman kehilangan penglihatan sebagian atau total. Meskipun kehilangan penglihatan telah terjadi tak dapat diperbaiki (meskipun dengan pengobatan), kehilngan lanjut dapat dicegah.
3.Mengontrol TIO, mencegah kehilangan penglihatan lanjut.
Kolaborasi:
1.Obat miotik tropical ini menyebabkan kontriksi pupil, memudahkan keluarnya aqueous humor.
2. Menurunkan laju produksi aqueous humor.
2 Ansietas b/d penurunan penglihatan actual Cemas hilang atau berkurang Menunjukan ketajaman pemecahan masalah. 1.Kaji tingkat ansietas, derajat pengalaman nyeri/ timbulnya gejala tiba-tiba dan pengetahuan kondisi saat ini.
2.Berikan informasi yang akurat dan jujur. Diskusikan kemungkinan bahwa pengawasan dan pengobatan dapat mencegah kehilangan penglihatan tambahan.
3.Dorong pasien unttuk mengakui masalah dan mengekspresikan perasaan.
4.Identifikasi sumber/orang yang menolong. 1.Faktor ini mempengaruhi persepsi pasien terhadap ancaman diri. Potensial siklus ansietas, dan dapat mempengaruhi upaya medic untuk mengontrol TIO.
2.Menurunkan ansietas sehubungan dengan ketidak tahuan/ harapan yang akan datang dan memberikan dasar fakta untuk membuat pilihan informasi tentang pengobatan.
3.Memberikan kesempatan untuk pasien menerima situasi nyata, mengklarifikasi salah konsepsi dan pemecahan masalah.
4.Memberikan keyakinan bahwa pasien tidak sendiri dalam menghadapi masalah.
3 Nyeri b/d peningkatan TIO
Nyeri hilang atau berkurang Setelah dilakukan perawatan 3x24 jam pasien mengatakan nyerinya berkurang. 1.Kaji tingkat nyeri
2.Pantau derajat nyeri mata setiap 30 menit selama fase akut.
3.Siapkan pasien untuk pembedahan sesuai peranan.
4.Pertahankan tirah baring ketat pada posisi semi fowler
5.berikan lingkungan gelap dan terang. 1.Mengetahui tingkat nyeri untuk memudahkan intervensi selanjutnya.
2.Untuk mengidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
3.Setelah TIO terkontrol pada glaucoma sudut terbuka, pembedahan harus dilakukan untuk secara permanen menghilangkan blok pupil.
4.Tekanan pada mata ditingkatkan bila tubuh datar
5.stress dan sinar mienimbulkan TIO yang mecetuskan nyeri.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Glaukoma adalah suatu keadaan dimana ditandai dengan peningkatan tekanan intra okuler yang dapat merusak saraf mata sehingga mengakibatkan kebutaan. Glaucoma diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan berdasarkan mekanisme peningkatan tekanan intra okuler. Penyebab tergantung dari klasifikasi glaucoma itu sendiri tetapi pada umumnya disebabkan karena aliran aqueus humor terhambat yang bisa meningkatkan TIO. Tanda dan gejalanya kornea suram, sakit kepala , nyeri, lapang pandang menurun,dll. Komplikasi dari glaucoma adalah kebutaan. Penatalaksanaannya dapat dilakukan pembedahan dan obat-obatan.
3.2 Saran
Hendaknya jika mengalami tanda dan gejala glaucoma sevara cepat melakukan pemeriksaan dini agar glaucoma dapat ditangani.
Contoh Asuhan Keparawat Kanker Kolorektal
DISUSUN OLEH :ASTRIEN MELINDA- WETA OKTA RENA (S1 ILMU KEPERAWATAN STIKES TRI MANDIRI SAKTI BENGKULU)
TINJAUAN TEORITIS
A. Defenisi
ASUHAN KEPERAWATAN KANKER KOLOREKTAL
Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca. Colon atau Kanker Usus Besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu). Di negara maju, kanker ini menduduki peringkat ke tiga yang paling sering terjadi, dan menjadi penyebab kematian yang utama di dunia barat. Untuk menemukannya diperlukan suatu tindakan yang disebut sebagai kolonoskopi, sedangkan untuk terapinya adalah melalui pembedahan diikuti kemoterapi.
Kanker colon adalah suatu kanker yang yang berada di colon. Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru (ACS 1998)
Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah. Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker Colon.
B. Etiologi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada usus besar (aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society (The National Cancer Institute), dan organisasi kanker lainnya. Makanan-makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar. Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut, yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan (e.g Mormons, seventh Day Adventists).
Makanan yang harus dihindari :
• Daging merah
• Lemak hewan
• Makanan berlemak
• Daging dan ikan goreng atau panggang
• Karbohidrat yang disaring (example:sari yang disaring)
Makanan yang harus dikonsumsi:
• Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis (seperti brokoli,brussels sprouts)
• Butir padi yang utuh
• Cairan yang cukup terutama air
Karena sebagian besar tumor Colon menghasilkan adenoma, faktor utama yang membahayakan terhadap kanker Colon menyebabkan adenoma. Ada tiga type adenoma Colon : Tubular, Villous dan Tubulo Villous. Meskipun hampir sebagian besar kanker Colon berasal dari adenoma, hanya 5% dari semua Adenoma Colon menjadi manigna, Villous Adenoma mempunyai potensial tinggi untuk menjadi manigna. Faktor yang menyebabkan adanya adenoma benigna atau manigna tumor tidak diketahui, poliposis yang bergerombol bersifat herediter yang tersebar pada gen autosom dominan. Ini di karakteristikkan pada permulaan adematus polip pada colon dan rektum. Resiko dari kanker pada tempat femiliar poliposis mendekati 100 % dari orang yang berusia 20 – 30 tahun.
Orang-orang yang telah mempunyai Ulcerative Colitis atau penyakit Crohn’s juga mempunyai resiko terhadap kanker Colon. Penambahan resiko pada permulaan usia muda dan tingkat yang lebih tinggi terhadap keterlibatan colon. Resiko dari kanker Colon akan menjadi 2/3 kali lebih besar jika anggota keluarga menderita penyakit tersebut.
C. Tanda dan Gejala
Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa waktu barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor dalam ukuran yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus biasanya gejalanya makin banyak. Bila kita berbicara tentang gejala tumor usus besar, gejala tersebut terbagi tiga, yaitu gejala lokal, gejala umum, dan gejala penyebaran (metastasis).
D. Patofisiologi
Perubahan Patologi Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon mengikuti kira-kira pada bagian ( Sthrock 1991 a ) :
• `26 % pada caecum dan ascending colon
• 10 % pada transfersum colon
• 15 % pada desending colon
• 20 % pada sigmoid colon
• 30 % pada rectum
Karsinoma Colon sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya tumor ini tumbuh tidak terditeksi sampai gejala-gejala muncul secara berlahan dan tampak membahayakan.Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode.Tumor mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan dalam di perut,mencapai serosa dan mesenteric fat. Kemudian tumor mulai melekat pada organ yang ada disekitarnya,
kemudian meluas kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa,setelah sel tumor masuk pada sistem sirkulasi,biasanya sel bergerak menuju liver. Tempat yang kedua adalah tempat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru. Tempat metastase yang lain termasuk :
• Kelenjar Adrenalin
• Ginjal
• Kulit
• Tulang
• Otak
Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui limpa dan sistem sirkulasi,tumor colon juga dapat menyebar pada bagian peritonial sebelum pembedahan tumor belum dilakukan. Penyebaran terjadi ketika tumor dihilangkan dan sel kanker dari tumor pecah menuju ke rongga peritonia
E. Komplikasi
Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor atau melelui penyebaran metastase yang termasuk :
• Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis
• Pembentukan abses
• Pembentukan fistula pada urinary bladder atau vagina
Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan.Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.
F. Klasifikasi
Tumor pada kolon dan rektum (kolorektal) atau usus besar ada dua macam, yaitu tumor jinak (benigna) dan tumor ganas (maligna).
Tumor jinak dibagi atas :
• Tumor Epitelial, terdiri atas: Adenoma dan Adenomatosis
• Tumor Nonepitelial, terdiri atas: Leomioma, Hemangioma, dan Lipoma
Tumor ganas terdiri atas :
• Karsinoma
• Sarkoma
Untuk menemukan tumor jinak ini, harus dilakukan pemeriksaan radiologis dan endoskopis yang meliputi pemeriksaan sigmoidaskopi dan kolonoskopi. Pengobatan tumor jinak biasanya dilakukan dengan cara operasi. Sebagian besar penderita tumor jinak biasanya tidak mempunyai keluhan, kecuali jika telah ada komplikasi tidak menyebabkan diare. Apabila letak tumor ada dibagian kolon paling bawah, biasanya menimbulkan perdarahan. Keluhan lain, yang jarang terjadi, yaitu diare berlendir yang kadang-kadang disertai dengan nyeri perut.
Kanker rektum atau kanker usus besar atau kolorektal termasuk penyakit ganas urutan ke-10 tersering di dunia, termasuk Indonesia. Kanker rektum biasanya ditemukan pada pria dan wanita berusia di atas 50 tahun. Seiring dengan perubahan gaya hidup, pada saat ini, 50% penderita kanker kolon berusia di bawah 40 tahun. Kanker kolon tergolong fatal karena diperkirakan 50% penderitanya meninggal akibat penyakit ini.
Terdapat beberapa macam klasifikasi staging pada kanker kolon, ada klasifikasi TNM, klasifikasi Dukes, namun yang akan saya jabarkan klasifikasinya adalah sebagai berikut (mirip dengan klasifikasi Dukes) :
• Stadium 1 : Kanker terjadi di dalam dinding kolon
• Stadium 2 : Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon
• Stadium 3 : Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa
• Stadium 4 : Kanker telah menyebar ke organ-organ lain
G. Penatalaksanaan
Perawatan penderita tergantung pada tingkat staging kanker itu sendiri. Terapi akan jauh lebih mudah bila kanker ditemukan pada stadium dini. Tingkat kesembuhan kanker stadium 1 dan 2 masih sangat baik. Namun bila kanker ditemukan pada stadium yang lanjut, atau ditemukan pada stadium dini dan tidak diobati, maka kemungkinan sembuhnya pun akan jauh lebih sulit. Di antara pilihan terapi untuk penderitanya, opsi Operasi masih menduduki peringkat pertama, dengan ditunjang oleh kemoterapi dan/atau radioterapi (mungkin diperlukan). Penatalaksanaan Medis.
H. Pengobatan
Bila sudah pasti ditemukan karsinoma kolorektal, maka kemungkinan pengobatannya adalah:
1. Pembedahan Reseksi.
Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan biasanya diambil sebanyak mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5 cm di sebelah distal dan proksimal dari tempat kanker. Untuk kanker di sekum dan kolon asendens biasanya dilakukan hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal.Untuk kanker di kolon transversal dan di pleksura lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal transversal. Untuk kanker di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomosis. Desenden kolorektal. Pada kanker di rectum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat anastomosis kolorektal.
2. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini dapat bersifat sementara atau permanen. Tujuan Pembuatan Kolostomi adalah.
Untuk tindakan dekompresi usus pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai anus setelah tindakan operasi yang membuang rektum karena adanya tumor atau penyakit lain. Untuk membuang isi usus besar sebelum dilakukan tindakan operasi berikutnya untuk penyambungan kembali usus (sebagai stoma sementara).
Perawatan Pasca Operasi Kolostomi :
• Keseimbangan cairan dan elektrolit. Asenden colostomy atau colostomy yang diikuti dengan reseksi mungkin faecesnya cair diperlukan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
• Perawatan kulit. Jika ada iritasi kulit harus dikaji secara tepat guna sehingga tindakan yang diambil tepat.
Prinsip pencegahan kulit sekitar stoma :
Pencegahan primer bertujuan untuk proteksi : Bersihkan dengan perlahan- lahan, gunakan skin barier, ganti segera kantong bila terjadi kebocoran / rembes atau penuh.
Pencegahan sekunder / penanganan kulit yang sudah terjadi kerusakan. Kulit dengan eritema : ganti kantong kolostomi setiap 24 jam, bersihkan ku1it dengan air hangat pakai kapas dan keringkan, gunakan kantong kolostomi yang tidak menimbulkan alergi ku1it yang erosi, sama dengan eritema tetapi setelah dibersihkan olesi daerah erosi dengan zalf misalnya zinksalf.
3. Diet.
Dianjurkan mengkonsurnsi diet yang seimbang terutama dengan stoma permanen. Diet yang dikonsurnsi sifatnya individual asal tidak menyebabkan diare, konstipasi dan menimbu1kan gas.
4. Irigasi kolostomi bertujuan untuk :
• Mengeluarkan faeses, gas dan lendir/mukus yang memenuhi kolon.
• Membersihkan saluran pencernaan bagian bawah.
• Menetapkan suatu pengeluaran sehingga dapat melakukan aktivitas normal.
5. Membantu pasien stoma.
• Pertemuan grup
• Penyuluhan untuk pasien dan keluarga serta, support mental
• Radioterapi
Setelah dilakukan tindakan pembedahan perlu dipertimbangkan untuk melakukan radiasi dengan dosis adekuat. Memberikan radiasi isoniasi pada neoplasma. Karena pengaruh radiasi yang mematikan lebih besar pada sel-sel kanker yang sedang proliferasi, dan berdiferensiasi buruk, dibandingkan terhadap sel -sel normal yang berada di dekatnya, maka jaringan normal mungkin mengalami cidera da1am derajat yang dapat ditoleransi dan dapat diperbaiki, sedangkan sel-sel kanker dapat dimatikan, selanjutnya dilakukan kemoterapi.
6. Kemoterapi
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan kemoterapi
A. Defenisi
ASUHAN KEPERAWATAN KANKER KOLOREKTAL
Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca. Colon atau Kanker Usus Besar adalah suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu). Di negara maju, kanker ini menduduki peringkat ke tiga yang paling sering terjadi, dan menjadi penyebab kematian yang utama di dunia barat. Untuk menemukannya diperlukan suatu tindakan yang disebut sebagai kolonoskopi, sedangkan untuk terapinya adalah melalui pembedahan diikuti kemoterapi.
Kanker colon adalah suatu kanker yang yang berada di colon. Kanker colon adalah penyebab kedua kematian di Amerika Serikat setelah kanker paru-paru (ACS 1998)
Penyakit ini termasuk penyakit yang mematikan karena penyakit ini sering tidak diketahui sampai tingkat yang lebih parah. Pembedahan adalah satu-satunya cara untuk mengubah kanker Colon.
B. Etiologi
Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Diet dan pengurangan waktu peredaran pada usus besar (aliran depan feces) yang meliputi faktor kausatif. Petunjuk pencegahan yang tepat dianjurkan oleh Amerika Cancer Society (The National Cancer Institute), dan organisasi kanker lainnya. Makanan-makanan yang pasti di curigai mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar. Makanan tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut, yang mempercepat usus besar menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker. Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-buahan (e.g Mormons, seventh Day Adventists).
Makanan yang harus dihindari :
• Daging merah
• Lemak hewan
• Makanan berlemak
• Daging dan ikan goreng atau panggang
• Karbohidrat yang disaring (example:sari yang disaring)
Makanan yang harus dikonsumsi:
• Buah-buahan dan sayur-sayuran khususnya Craciferous Vegetables dari golongan kubis (seperti brokoli,brussels sprouts)
• Butir padi yang utuh
• Cairan yang cukup terutama air
Karena sebagian besar tumor Colon menghasilkan adenoma, faktor utama yang membahayakan terhadap kanker Colon menyebabkan adenoma. Ada tiga type adenoma Colon : Tubular, Villous dan Tubulo Villous. Meskipun hampir sebagian besar kanker Colon berasal dari adenoma, hanya 5% dari semua Adenoma Colon menjadi manigna, Villous Adenoma mempunyai potensial tinggi untuk menjadi manigna. Faktor yang menyebabkan adanya adenoma benigna atau manigna tumor tidak diketahui, poliposis yang bergerombol bersifat herediter yang tersebar pada gen autosom dominan. Ini di karakteristikkan pada permulaan adematus polip pada colon dan rektum. Resiko dari kanker pada tempat femiliar poliposis mendekati 100 % dari orang yang berusia 20 – 30 tahun.
Orang-orang yang telah mempunyai Ulcerative Colitis atau penyakit Crohn’s juga mempunyai resiko terhadap kanker Colon. Penambahan resiko pada permulaan usia muda dan tingkat yang lebih tinggi terhadap keterlibatan colon. Resiko dari kanker Colon akan menjadi 2/3 kali lebih besar jika anggota keluarga menderita penyakit tersebut.
C. Tanda dan Gejala
Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa waktu barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor dalam ukuran yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus biasanya gejalanya makin banyak. Bila kita berbicara tentang gejala tumor usus besar, gejala tersebut terbagi tiga, yaitu gejala lokal, gejala umum, dan gejala penyebaran (metastasis).
D. Patofisiologi
Perubahan Patologi Tumor terjadi ditempat yang berada dalam colon mengikuti kira-kira pada bagian ( Sthrock 1991 a ) :
• `26 % pada caecum dan ascending colon
• 10 % pada transfersum colon
• 15 % pada desending colon
• 20 % pada sigmoid colon
• 30 % pada rectum
Karsinoma Colon sebagian besar menghasilkan adenomatus polip. Biasanya tumor ini tumbuh tidak terditeksi sampai gejala-gejala muncul secara berlahan dan tampak membahayakan.Penyakit ini menyebar dalam beberapa metode.Tumor mungkin menyebar dalam tempat tertentu pada lapisan dalam di perut,mencapai serosa dan mesenteric fat. Kemudian tumor mulai melekat pada organ yang ada disekitarnya,
kemudian meluas kedalam lumen pada usus besar atau menyebar ke limpa atau pada sistem sirkulasi. Sistem sirkulasi ini langsung masuk dari tumor utama melewati pembuluh darah pada usus besar melalui limpa,setelah sel tumor masuk pada sistem sirkulasi,biasanya sel bergerak menuju liver. Tempat yang kedua adalah tempat yang jauh kemudian metastase ke paru-paru. Tempat metastase yang lain termasuk :
• Kelenjar Adrenalin
• Ginjal
• Kulit
• Tulang
• Otak
Penambahan untuk infeksi secara langsung dan menyebar melalui limpa dan sistem sirkulasi,tumor colon juga dapat menyebar pada bagian peritonial sebelum pembedahan tumor belum dilakukan. Penyebaran terjadi ketika tumor dihilangkan dan sel kanker dari tumor pecah menuju ke rongga peritonia
E. Komplikasi
Komplikasi terjadi sehubungan dengan bertambahnya pertumbuhan pada lokasi tumor atau melelui penyebaran metastase yang termasuk :
• Perforasi usus besar yang disebabkan peritonitis
• Pembentukan abses
• Pembentukan fistula pada urinary bladder atau vagina
Biasanya tumor menyerang pembuluh darah dan sekitarnya yang menyebabkan pendarahan.Tumor tumbuh kedalam usus besar dan secara berangsur-angsur membantu usus besar dan pada akirnya tidak bisa sama sekali. Perluasan tumor melebihi perut dan mungkin menekan pada organ yang berada disekitanya ( Uterus, urinary bladder,dan ureter ) dan penyebab gejala-gejala tersebut tertutupi oleh kanker.
F. Klasifikasi
Tumor pada kolon dan rektum (kolorektal) atau usus besar ada dua macam, yaitu tumor jinak (benigna) dan tumor ganas (maligna).
Tumor jinak dibagi atas :
• Tumor Epitelial, terdiri atas: Adenoma dan Adenomatosis
• Tumor Nonepitelial, terdiri atas: Leomioma, Hemangioma, dan Lipoma
Tumor ganas terdiri atas :
• Karsinoma
• Sarkoma
Untuk menemukan tumor jinak ini, harus dilakukan pemeriksaan radiologis dan endoskopis yang meliputi pemeriksaan sigmoidaskopi dan kolonoskopi. Pengobatan tumor jinak biasanya dilakukan dengan cara operasi. Sebagian besar penderita tumor jinak biasanya tidak mempunyai keluhan, kecuali jika telah ada komplikasi tidak menyebabkan diare. Apabila letak tumor ada dibagian kolon paling bawah, biasanya menimbulkan perdarahan. Keluhan lain, yang jarang terjadi, yaitu diare berlendir yang kadang-kadang disertai dengan nyeri perut.
Kanker rektum atau kanker usus besar atau kolorektal termasuk penyakit ganas urutan ke-10 tersering di dunia, termasuk Indonesia. Kanker rektum biasanya ditemukan pada pria dan wanita berusia di atas 50 tahun. Seiring dengan perubahan gaya hidup, pada saat ini, 50% penderita kanker kolon berusia di bawah 40 tahun. Kanker kolon tergolong fatal karena diperkirakan 50% penderitanya meninggal akibat penyakit ini.
Terdapat beberapa macam klasifikasi staging pada kanker kolon, ada klasifikasi TNM, klasifikasi Dukes, namun yang akan saya jabarkan klasifikasinya adalah sebagai berikut (mirip dengan klasifikasi Dukes) :
• Stadium 1 : Kanker terjadi di dalam dinding kolon
• Stadium 2 : Kanker telah menyebar hingga ke lapisan otot kolon
• Stadium 3 : Kanker telah menyebar ke kelenjar-kelenjar limfa
• Stadium 4 : Kanker telah menyebar ke organ-organ lain
G. Penatalaksanaan
Perawatan penderita tergantung pada tingkat staging kanker itu sendiri. Terapi akan jauh lebih mudah bila kanker ditemukan pada stadium dini. Tingkat kesembuhan kanker stadium 1 dan 2 masih sangat baik. Namun bila kanker ditemukan pada stadium yang lanjut, atau ditemukan pada stadium dini dan tidak diobati, maka kemungkinan sembuhnya pun akan jauh lebih sulit. Di antara pilihan terapi untuk penderitanya, opsi Operasi masih menduduki peringkat pertama, dengan ditunjang oleh kemoterapi dan/atau radioterapi (mungkin diperlukan). Penatalaksanaan Medis.
H. Pengobatan
Bila sudah pasti ditemukan karsinoma kolorektal, maka kemungkinan pengobatannya adalah:
1. Pembedahan Reseksi.
Satu-satunya pengobatan definitif adalah pembedahan reseksi dan biasanya diambil sebanyak mungkin dari kolon, batas minimal adalah 5 cm di sebelah distal dan proksimal dari tempat kanker. Untuk kanker di sekum dan kolon asendens biasanya dilakukan hemikolektomi kanan dan dibuat anastomosis ileo-transversal.Untuk kanker di kolon transversal dan di pleksura lienalis, dilakukan kolektomi subtotal dan dibuat anastomosis ileosigmoidektomi. Pada kanker di kolon desendens dan sigmoid dilakukan hemikolektomi kiri dan dibuat anastomosis kolorektal transversal. Untuk kanker di rektosigmoid dan rektum atas dilakukan rektosigmoidektomi dan dibuat anastomosis. Desenden kolorektal. Pada kanker di rectum bawah dilakukan proktokolektomi dan dibuat anastomosis kolorektal.
2. Kolostomi
Kolostomi merupakan tindakan pembuatan lubang (stoma) yang dibentuk dari pengeluaran sebagian bentuk kolon (usus besar) ke dinding abdomen (perut), stoma ini dapat bersifat sementara atau permanen. Tujuan Pembuatan Kolostomi adalah.
Untuk tindakan dekompresi usus pada kasus sumbatan / obstruksi usus. Sebagai anus setelah tindakan operasi yang membuang rektum karena adanya tumor atau penyakit lain. Untuk membuang isi usus besar sebelum dilakukan tindakan operasi berikutnya untuk penyambungan kembali usus (sebagai stoma sementara).
Perawatan Pasca Operasi Kolostomi :
• Keseimbangan cairan dan elektrolit. Asenden colostomy atau colostomy yang diikuti dengan reseksi mungkin faecesnya cair diperlukan menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit.
• Perawatan kulit. Jika ada iritasi kulit harus dikaji secara tepat guna sehingga tindakan yang diambil tepat.
Prinsip pencegahan kulit sekitar stoma :
Pencegahan primer bertujuan untuk proteksi : Bersihkan dengan perlahan- lahan, gunakan skin barier, ganti segera kantong bila terjadi kebocoran / rembes atau penuh.
Pencegahan sekunder / penanganan kulit yang sudah terjadi kerusakan. Kulit dengan eritema : ganti kantong kolostomi setiap 24 jam, bersihkan ku1it dengan air hangat pakai kapas dan keringkan, gunakan kantong kolostomi yang tidak menimbulkan alergi ku1it yang erosi, sama dengan eritema tetapi setelah dibersihkan olesi daerah erosi dengan zalf misalnya zinksalf.
3. Diet.
Dianjurkan mengkonsurnsi diet yang seimbang terutama dengan stoma permanen. Diet yang dikonsurnsi sifatnya individual asal tidak menyebabkan diare, konstipasi dan menimbu1kan gas.
4. Irigasi kolostomi bertujuan untuk :
• Mengeluarkan faeses, gas dan lendir/mukus yang memenuhi kolon.
• Membersihkan saluran pencernaan bagian bawah.
• Menetapkan suatu pengeluaran sehingga dapat melakukan aktivitas normal.
5. Membantu pasien stoma.
• Pertemuan grup
• Penyuluhan untuk pasien dan keluarga serta, support mental
• Radioterapi
Setelah dilakukan tindakan pembedahan perlu dipertimbangkan untuk melakukan radiasi dengan dosis adekuat. Memberikan radiasi isoniasi pada neoplasma. Karena pengaruh radiasi yang mematikan lebih besar pada sel-sel kanker yang sedang proliferasi, dan berdiferensiasi buruk, dibandingkan terhadap sel -sel normal yang berada di dekatnya, maka jaringan normal mungkin mengalami cidera da1am derajat yang dapat ditoleransi dan dapat diperbaiki, sedangkan sel-sel kanker dapat dimatikan, selanjutnya dilakukan kemoterapi.
6. Kemoterapi
Kemoterapi yang diberikan ialah 5-flurourasil (5-FU). Belakangan ini sering dikombinasi dengan leukovorin yang dapat meningkatkan efektifitas terapi. Bahkan ada yang memberikan 3 macam kombinasi yaitu: 5-FU, levamisol, dan leuvocorin. Dari hasil penelitian, setelah dilakukan pembedahan sebaiknya dilakukan radiasi dan kemoterapi
Contoh Makalah Asuhan Keperawatan ASMA BRONKIAL
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Bronkiektasis merupakan dilatasi kronik bronkus dan bronkiolus permanen. Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal,muncul karena berbagai penyebab dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai diding bronkial, baik secara langsung maupun tidak yang dapat mengganggu sistem pertahanan.
Oleh karena itulah, kami akan membahas masalah mengenai asma bronkhiale dan menjelaskan konsep teori serta asuhan keperawatannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan kami kemukakan adalah :
1. Konsep teori Asma bronkhiale
2. Asuhan keperawatan Asma brinkhiale
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat pembuatan makalah adalah untuk melatih dan menambah pengetahuan tentang asma bronkhiale. Disini diharapkan agar mahasiswa/mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan Asma bronkhiale. Di samping itu juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah sistem imun.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, digunakan metode penulisan yang berdasarkan literatur atau metode pustaka.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
( disusun oleh :
DERI SAPUTRa, MEYNI YASTATI ,NYAYU RATIH ,WINDA APRIANI ,MENGKI KRISTIAWAN )
A. Definisi
Asma bronkhial adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (smeltzer, suzanne c,2002).
B. Etiologi
Belum diketahui. Faktor pencetus adalah alergen, infeksi ( terutama saluran napas bagian atas ), iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks, gastroesofagus, dan psikis.
1. Alergen
Yaitu protein, serbuk sari, spora jamur, bulu halus, bulu binatang, makanan, debu, dll.
2. Infeksi saluran nafas
Berupa virus respiratori synchitial virus (RSV) dan virus influenza.
3. Iritasi
Bisa didapatkan dari hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam dari cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin.
4. Perubahan cuaca yang ekstrim
5. Refleks gastroesopagus
Yaitu iritas trakeobrinkhiale oleh isi lambung.
6. Aktifitas yang berlebihan
7. Psikologis/emosional
8. Obat-obatan
9. Linkungan kerja
10. Polusi udara
11. Pengawet makanan.
C. Patofisiologi
Infeksi merusakan dinding bronkhials, sehingga akan menyebabkan struktur penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan menobstruksi bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat. Infeksi meluas ke jaringan peripbronkial, pada kondisi ini timbulah saccular bronchiectasis. Setiap kaliu dilatasi sputum kental akan berkumpul dan akan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronkietasis biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru lobus bawah merupakan area yang Paling sering terkena.
Retensi dari sekret dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi dan colaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan fungsi dari jaringan paru. Pad asaat ini kondisi klien berkembang ke arah insufiensi pernapasan yang di tandai dengan menurunnnya kapasityas vital (vital capacity), penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume terthadap kapasitas total paru. Terjadi kerusakan pertukaran gas dimana gas inspirasi saling bercampur dan juga terjadi hipoksemia.
Pencetus serangan yaitu berupa alergen, emosi, stress, obat-obatan, infeksi,dll dapat menimbulkan reaksi antigen dan antibodi kemudian dikeluarkannya substansi vasoaktif/sel mast ( histamin, bradikinin, anafilatoksin, prostaglandin), setelah itu terjadi kontraksi otot polos (bronkospasme), peningkatan permeabilitas kapiler (adema, mukosa, hipersekresi), dan sekresi mukus meningkat kemudian obstruksi saluran nafas yang menyebabkan batuk, dispnea, dan mengi.
D. Manifestasi Klinis
1. Dispnea parah dengan ekspirasi memanjang
2. Wheezing
3. Batuk produktif, kental dan sulit keluar
4. Penggunaan otot bantu napas
5. Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus
6. Hiperkapnia
7. Anoreaksia
8. Diaporesis
Karakteristik gejala dari bronkiektasi antara lain sebagai berikut.
1. Batuk kronik dan produksi sputum purulen kehitaman
2. Sejumlah besar dari klien mengalami hemoptisis ( 50-70% kasus dan dapat disebabkan oleh perdarahan mukosa jalan napas yang rapuh atau adanya inflamasi ).
3. Pneumonia berat
4. Clubbing finger, terjadi akibat insufisiensi pernapasan.
5. Asimptomatik, pada beberapa kasus.
Bronkietaksis tidak dapat secara cepat di diagnosis, karena gejala-gejalanya mukin akan menyerupai brongkitis kronis. Tanda yang definitif dari bronkiektasis adalah riwayat batuk produktif dalam waktu jangka lama, dengan sputum yang secara tetap negatif terhadap basil turberkel. Diagnosis ditegakkan berasalkan hasil bronkografi, brokoskopi, CT-Scan yang akan menunjukkan ada tidaknya dilantasi bronkeal.
Pada anak yang rentan, inflamasi di saluran nafas ini dapat menyebabbkan timbulnya episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan,dan batuk. Khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas s dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sekutum dapat di temukan kristal carcot-leyden dan spiral Curshman. Uji tiberkulin penting bukansaja karana di indonesia mqasih banyak tuberkulosis,tetapi jika ada tuberkulosis dan tidak di obti,asamanya mungkin akan sukr di kontrol.
Penatalaksanaan
Hindari factor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas elrgi udara dingin, dan factor pesikis gunakan obat local seperti aminofilin atau kortikosteroid inhalasi atau oral pada serangan asma ringan. Obat anti asma modern umumnya tidak berpengaruh negative terhadap janin selama di gunakan sesuai dengan anjuran dokter, kecuali adrenalin. Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin akibat penyempitan pembuluh darah ke janin yang dapat mengganggu oksigenisasi pada janin tersebut. Namun, harus diingat aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus.
Pada serangan asma akut, penangan sama dengan wanita hamil, yaitu berikan cairan intravena, encerkan cairan sekresi di paru, berikan O2 (setelah pengukuran PO2, PCO2) sehingga tercapai PO2>60 mmHg dengan kejenuhan 95% oksigen atau normal, cek bayi, dan berikan obat kortikosteroid.
Pada status asmatikus dengan dengan gagal nafas, jika setelah pengobatan intensif selama 30-60 menit tidak terjadi perubahan, secepatnya lakukan intubasi. Berikan antibiotik bila terdapat dugaan terjadi infeksi.
Upayakan persalinan secara spontan. Namun, bila pada pasien berada dalam serangan, lakukan ekstraksi vakum atau forceps. Seksio sesarea atas indikasi asma jarang au tak pernah dilakukan. Teruskan pengobatan regular asma selama proses kelahiran. Jangan diberikan analgesic yang mengandung histamine, tapi pilihlah morfin atau analgesic epidural. Hati-hati pada tindakan intubasi dan penggunaan prostaglandin E2 karena dapat menyebabkan bronkospasme.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu. Aminofilin dapat terkandung dalam air susu sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan gangguan tidur. Namun, obat antiasma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam air susu sangat kecil.
Ada 4 tujuan utama dari penatalaksanaan medis pada klien bronkiektasi yaitu sebagai berikut:
a. Menemukan dan menghilangkan masalah yang mendasari
b. Memperbaiki kebersihan secret trakeobronkial
c. Engendalikan infeksi, khususnya pada masa eksaserbasi akut
d. Memulihkan obstruksi aliran udara pernapasan.
Pengontrolan infeksi dilakukan dengan pemberian obat anti microbial, berdasarkan hasil uji sensitivitas kultur organisme dari sputum. Klien mungkin akan diberikan obat antibiotic sel ama bertahun-tahun dengan tipe antibiotic yang berbeda sesuai dengan perubahan dalam interval.
Postural drainase merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan, dikarenakan drainase pada area bronkiektasis dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi.
Bronkodilator dapat diberikan kepada orang yang juga mengalami penyakit jalan nafas obstruktif.
Intervensi bedah meskipun sering dilakukan tetapi tindakan ini hanya di indikasikan untuk klien yang mengalami ekspektorasi sputum yang berlanjut dalam jumlah besar dan mengalami peneomonia serta hemobtisis berulang pada klien yang tidak berobat secara teratur.
F. Pemeriksaan penunjang
1 Spirometer
Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%.
2 Sputum : eosinofil meningkat
3 Eosinofil darah meningkat
4 Uji kulit
5 RO dada
Yaitu patologis paru/komplikasi asma
6 AGD
Terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik).
Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
Analisis gas darah: hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolic, atau respiratorik. Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV yang dapat dikerjakan secara bedside.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
1. Riwayat kesehatan yang lalu:
• Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
• Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
• Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2. Aktivitas
• Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
• Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
3. Aktivitas sehari-hari.
• Tidur dalam posisi duduk tinggi.
4. Pernapasan
• Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
• Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
• Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
• Adanya bunyi napas mengi.
• Adanya batuk berulang.
5. Sirkulasi
• Adanya peningkatan tekanan darah.
• Adanya peningkatan frekuensi jantung.
• Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
• Kemerahan atau berkeringat.
6. Integritas ego
• Ansietas
• Ketakutan
• Peka rangsangan
• Gelisah
7. Asupan nutrisi
• Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
• Penurunan berat badan karena anoreksia.
8. Hubungan sosial
• Keterbatasan mobilitas fisik.
• Susah bicara atau bicara terbata-bata.
• Adanya ketergantungan pada orang lain.
B. Diagnosa yang Mungkin Muncul (Nanda, 2005-2006)
Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme.
Diagnosa 2 : perubahan nutrisi b/d Ketidak mampuan asupan makan.
Diagnosa 3: Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunita.( pertahanan)
Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
C. Intervensi keperawatan
Dx 1. Bersihkan jalan napas tidak efektif
Mandiri
• Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi.
• Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
• Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
• Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh: meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur
• Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll.
• Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung memberikan air hangat.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi bronkodilator
Kolaborasi
• Berikan oksigen tambahan 2-4/menit
• Berikan obat sesuai indikasi ; Bronkodilator,kortikosteroid, mukolitik
Dx 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan akut
Tujuan: pola nafas efektif
Kriteria hasil:
• Sesak berkurang atau hilang
• RR 18-24x/menit
• Tidak ada retraksi otot pernapasan
Intervensi:
• Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot pernapasan
• Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri
• Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada
• Berikan terapi oksigen sesuai pesanan
Dx 3. Kerusakan pertukaran gas
Mandiri
• Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
• Palpasi fremitus
• Awasi tanda vital dan irama jantung
Dx. Kep3: Malnutrisi b/d anoreksia
Intervensi :
• Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
• Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
• Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Dx. Kep 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Intervensi:
• Awasi suhu.
• Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat.
• Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram, kultur/sensitifitas (kolaborasi).
Dx. Kep 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ; salah mengerti.
Intervensi:
• Jelaskan tentang penyakit individu.
• Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
• Tunjukkan teknik penggunaan inhaler.
B. Analisa Data
No Data Masalah Penyebab
1 Data Subjektif :
- Klien mengatakan batuk ketika berpaparan dengan debu.
-klien mengatakan sesak napas.
Data Objektif :
- Klien tanpak berkeringat dan susah bernafas.
TTV :
- N : 80 x /i
- T : 37oC
- RR : 28 x / i
- TD : 100 / 60 mmHg
Bronkos pasme
Bersihan jalan napas tidak efektif
2 Data Subjektif :
- Ibu mengatakan anaknya mengalami batuk produktif dan susah bernafas.
- Ibu mengatakan anaknya tanpak pucat,lemah saat batuk.
Data Objektif :
- Anak tampak lemah dan gelisah
- Tapak pucat
- Batuk produktif, kental dan sulit keluar.
- TTV
N : 80 x / i
T : 37oC
RR : 28 x /I
TD : 100/60 mmHg
Imunitas
Resiko tinggi terhadap infeksi
3 Data Subjektif :
- Ibu mengatakan nafsu makan menurun sejak sakit
- Ibu mengatakan anak mengalami mual dan muntah
Data Objektif :
- Nafsu makan menurun
- Anak tidak bisa menghabiskan porsi makan
Perubahan nutrisi
Kurangnya asupan makanan &
Ketidak mampuan asupan makanan
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan Rencana tindakan Rasionalisasi
Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus yang ditandai os batuk dan dahak sulit keluar, sputum warna putih kental,os gelisah Setelah diberi tindakan perawatan selama 3x 24 jam jalan nafas pasien efektif ,dengan KE:
-Bunyi jalan nafas bersih/jelas
-Pasien bisa batuk efektif dan mengeluarkan sekret - Auskultasi bunyi nafas ,catat adanya bunyi mengi, ronkhi
-Pantau frekuensi pernafasan.catat rasio inspirasi/ expirasi
-Beri posisi nyaman, misal:peninggian kepala tempat tidur,duduk pada sandaran tempat tidur
-Beri pasien 6-8 gelas /hari kecuali ada indikasi lain
-Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernafasan diafragma dan batuk
-Lakukan drainage postural dengan perkusi dan fibrasi pada pagi dan malam sesuai yang diharuskan
-Instruksikan pasien menghindari iritan seperti asap , asap rokok, aerosol, cuaca dingin
-Beri bronkodilator sesuai therapi -Mengetahui luasnya obstruksi oleh mukus
-Mengetahui tanda stress pernafasan
-Sekresi bergerak sesuaigayagravitasi akibat perubahan posisi dan meningkatkan kepala tempat tidur akan memindahkan isi perut menjauhi diafragma sehingga memungkinkan diafragma untuk berkontraksi
-Mengencerkan sekret.
-Mengeluarkan sekret dan meningkatkan patensi jalan nafas
-Merontokkan sekret agar mudah dikeluarkan
- Tidak merangsang pembentukan mukus lagi
-Memfasilitasi pergerakan sekret.
Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang ditandai dengan os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu pernafasan,RR > 20 kali /menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg, os tampak sianosis
Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam terjadi perbaikan dalam pertukaran gas dengan KE:
-GDA dalam rentang normal
-Gejala disstres pernafasan tidak ada
-Tanda –tanda vital dalam batas normal
-Gelisah tidak ada -Observasi frekuensi, kedalaman pernafasan,catat penggunaan otot bantu nafas,nafas bibir,ketidakmampuan bicara/ berbincang
-Observasi tingkat kesadaran
-Monitor AGD
-Atur pemberian oksigen
-Beri posisi duduk(fowler)
-Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kemampuan
-Beri bronkodilator sesuai therapy
-Observasi tanda vital, dan warna membrane mukosa kulit
-Kolaboratif tindakan intubasi dan ventilasi mekanik bila perlu -Mengetahui adekuatnya jalan nafas dan meningkatnya kerja pernafasan
-Mengetahui indikasi hipoksia
-Menentukan keseimbangan asam basa ,dan kebutuhan oksigen
-Menambah suplai O2 sehingga meningkatkan pertukaran gas
-Mengoptimalkan kontraksi diafragma
-Memfasilitasi pernafasan yang dalam sehingga O2 yang masuk lebih banyak
-Meningkatkan diameter jalan nafas sehingga mengurangi kerja pernafasan
-Mengetahui adekuatnya suplai O2 ke paru-paru dan jaringan
-Mempertahankan suplai O2 saat terjadi gagal nafas
.Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os mengatakan badan lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat
Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas, dengan KE:
-Pasien dapat dan mau melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
-Tanda tanda vital dalam batas normal
telah diberi tindakan perawatan 2x 30 menit rasa cemas pasien berkurang dengan,
-Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
-Catat adanya dispnea, peningkatan kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
-Berikan kepada pasien aktivitas sesuai kemampuannya
-Pertahankan obyek yang digunakan pasien agar mudah terjangkau
-Bantu pasien melakukan aktivitas dengan melibatkan keluarga
-Observasi vital sign
-Kaji tingkat cemas pasien(ringan ,sedang, berat,panik)
-Bantu pasien menggunakan koping yang efektif
-Menentukan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
-Menentukan periode istirahat pasien dan aktivitas yang menimbulkan kelelahan pasien.
-Memenuhi kebutuhan pasien tanpa menimbulkan kelelahan
-Memudahkan pasien dalam penggunaan sehingga mengurangi penggunaan O2
-Semua kebutuhan pasien dapat terpenuhi
-Tanda vital yang normal mendukung pasien untuk beraktivitas
-Petunjuk intervensi yang terapeutik
-Bisa menghilangkan cemas ,membantu pasien menggunakan pikiran yang sehat kedepan.
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d susah makan Setelah diberikan tindakan perawatan 1x 24 jam pasien tidak mengalami perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan KE:
-Pasien mau makan
-Sesak nafas dan batuk berkurang
-Pasien tahu pentingnya nutrisi untuk pemulihan -Lakukan prosedur terapi sesuai advis
-Beri informasi tentang pentingnya nutrisi untuk pemulihan
-Anjurkan keluarga untuk membantu pasien makan
-Beri diet lunak TKTP -Sesak dan produksi mukus berkurang
-Pasien termotivasi untuk mau makan
-Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi
-Makanan mudah dicerna dan kebutuhan kalori terpenuhi
Kurang pengetahuan b/d kurang informasi yang ditandai dengan os mengatakan tidak tahu faktor penyebab penyakit dan kekambuhan
Setelah diberikan tindakan perawatan 2 x 30 menit pengetahuan pasien bertambah dengan KE :
-Os tahu tentang penyakitnya
-Os tahu penyebab/ pencetus penyakit
-Os tahu cara menghindari kekambuhan -Beri KIE tentang pengertian dan penyebab / pencetus dari penyakit
-Beri KIE cara menghindari kekambuhan seperti:
menghindari cuaca dingin dan debu, memakai baju penghangat dan masker hidung, mengurangi aktivitas / latihan berlebih.
-Beri KIE untuk kontrol ulang penyakitnya
-Os tahu tentang sakitnya dan tahu faktor penyebab / pencetus penyakit
- Os tahu dan bisa menghindari faktor pencetus kambuh
-Os tahu perkembangan penyakit sehingga resiko kambuh berkurang
D. Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Setelah melaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana tujuan yaitu:
1 Bersihan jalan nafas pasien efektif
2 Pasien mengalami perbaikan dalam pertukaran gas
3 Pola nafas pasien efektif
4 Pasien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas
5 Rasa cemas pasien berkurang.
6 Pasien tidak mengalami perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
7 Kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi
8 Pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah
9 Pasien tidak mengalami infeksi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (smeltzer, suzanne c,2002).
Biasanya pada asma diagnosa yang pertama kali muncul adalah klien merasakan sesak nafas yang berhubungan dengan proses penyakit. Sebab pada saat pengkajian pada pasien asma ditemukan bahwa pasien merasa susah dalam bernafas, berkeringat, anoreksia dan sulit dikeluarkan.
Adapun tindakan yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh anak yaitu dengan memberikan kompres hangat, karena bila menggunakan kompres dingin dapat mempercepat panas tubuh. Sementara, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kurang volume cairan dengan memenuhi kebutuhan cairan melalui pemberian infus ringer laktat 5% (RL) atau dekstrosa 5%.
B. Saran
Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu dapat memahami konsep teori asuhan keperawatan dari ASMA.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika.
Supriyadi Agus_Document/2012
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kesatu. Jakarta. Media Aesculapius.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi Kedua. Jakarta : Buku Kedokteran.
Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid Kesatu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Doongoes, E Marilynn.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
A. Latar Belakang
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Bronkiektasis merupakan dilatasi kronik bronkus dan bronkiolus permanen. Bronkiektasis bukan merupakan penyakit tunggal,muncul karena berbagai penyebab dan merupakan akibat dari beberapa keadaan yang mengenai diding bronkial, baik secara langsung maupun tidak yang dapat mengganggu sistem pertahanan.
Oleh karena itulah, kami akan membahas masalah mengenai asma bronkhiale dan menjelaskan konsep teori serta asuhan keperawatannya.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah yang akan kami kemukakan adalah :
1. Konsep teori Asma bronkhiale
2. Asuhan keperawatan Asma brinkhiale
C. Tujuan dan Manfaat
Adapun tujuan dan manfaat pembuatan makalah adalah untuk melatih dan menambah pengetahuan tentang asma bronkhiale. Disini diharapkan agar mahasiswa/mahasiswa dapat membuat asuhan keperawatan Asma bronkhiale. Di samping itu juga sebagai syarat dari tugas mata kuliah sistem imun.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, digunakan metode penulisan yang berdasarkan literatur atau metode pustaka.
BAB II
KONSEP DASAR TEORI
( disusun oleh :
DERI SAPUTRa, MEYNI YASTATI ,NYAYU RATIH ,WINDA APRIANI ,MENGKI KRISTIAWAN )
A. Definisi
Asma bronkhial adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (smeltzer, suzanne c,2002).
B. Etiologi
Belum diketahui. Faktor pencetus adalah alergen, infeksi ( terutama saluran napas bagian atas ), iritan, cuaca, kegiatan jasmani, refluks, gastroesofagus, dan psikis.
1. Alergen
Yaitu protein, serbuk sari, spora jamur, bulu halus, bulu binatang, makanan, debu, dll.
2. Infeksi saluran nafas
Berupa virus respiratori synchitial virus (RSV) dan virus influenza.
3. Iritasi
Bisa didapatkan dari hairspray, minyak wangi, asap rokok, bau asam dari cat dan polutan udara, air dingin dan udara dingin.
4. Perubahan cuaca yang ekstrim
5. Refleks gastroesopagus
Yaitu iritas trakeobrinkhiale oleh isi lambung.
6. Aktifitas yang berlebihan
7. Psikologis/emosional
8. Obat-obatan
9. Linkungan kerja
10. Polusi udara
11. Pengawet makanan.
C. Patofisiologi
Infeksi merusakan dinding bronkhials, sehingga akan menyebabkan struktur penunjang dan meningkatnya produksi sputum kental yang akhirnya akan menobstruksi bronkus. Dinding secara permanen menjadi distensi oleh batuk yang berat. Infeksi meluas ke jaringan peripbronkial, pada kondisi ini timbulah saccular bronchiectasis. Setiap kaliu dilatasi sputum kental akan berkumpul dan akan menjadi abses paru, eksudat keluar secara bebas melalui bronkus. Bronkietasis biasanya terlokalisasi dan mempengaruhi lobus atau segmen paru lobus bawah merupakan area yang Paling sering terkena.
Retensi dari sekret dari sekret dan timbul obstruksi pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi dan colaps (atelektasis) alveoli distal. Jaringan parut (fibrosis) terbentuk sebagai reaksi peradangan akan menggantikan fungsi dari jaringan paru. Pad asaat ini kondisi klien berkembang ke arah insufiensi pernapasan yang di tandai dengan menurunnnya kapasityas vital (vital capacity), penurunan ventilasi, dan peningkatan rasio residual volume terthadap kapasitas total paru. Terjadi kerusakan pertukaran gas dimana gas inspirasi saling bercampur dan juga terjadi hipoksemia.
Pencetus serangan yaitu berupa alergen, emosi, stress, obat-obatan, infeksi,dll dapat menimbulkan reaksi antigen dan antibodi kemudian dikeluarkannya substansi vasoaktif/sel mast ( histamin, bradikinin, anafilatoksin, prostaglandin), setelah itu terjadi kontraksi otot polos (bronkospasme), peningkatan permeabilitas kapiler (adema, mukosa, hipersekresi), dan sekresi mukus meningkat kemudian obstruksi saluran nafas yang menyebabkan batuk, dispnea, dan mengi.
D. Manifestasi Klinis
1. Dispnea parah dengan ekspirasi memanjang
2. Wheezing
3. Batuk produktif, kental dan sulit keluar
4. Penggunaan otot bantu napas
5. Sianosis, takikardia, gelisah dan pulsus paradoksus
6. Hiperkapnia
7. Anoreaksia
8. Diaporesis
Karakteristik gejala dari bronkiektasi antara lain sebagai berikut.
1. Batuk kronik dan produksi sputum purulen kehitaman
2. Sejumlah besar dari klien mengalami hemoptisis ( 50-70% kasus dan dapat disebabkan oleh perdarahan mukosa jalan napas yang rapuh atau adanya inflamasi ).
3. Pneumonia berat
4. Clubbing finger, terjadi akibat insufisiensi pernapasan.
5. Asimptomatik, pada beberapa kasus.
Bronkietaksis tidak dapat secara cepat di diagnosis, karena gejala-gejalanya mukin akan menyerupai brongkitis kronis. Tanda yang definitif dari bronkiektasis adalah riwayat batuk produktif dalam waktu jangka lama, dengan sputum yang secara tetap negatif terhadap basil turberkel. Diagnosis ditegakkan berasalkan hasil bronkografi, brokoskopi, CT-Scan yang akan menunjukkan ada tidaknya dilantasi bronkeal.
Pada anak yang rentan, inflamasi di saluran nafas ini dapat menyebabbkan timbulnya episode mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan,dan batuk. Khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas s dapat menunjang diagnosis asma. Dalam sekutum dapat di temukan kristal carcot-leyden dan spiral Curshman. Uji tiberkulin penting bukansaja karana di indonesia mqasih banyak tuberkulosis,tetapi jika ada tuberkulosis dan tidak di obti,asamanya mungkin akan sukr di kontrol.
Penatalaksanaan
Hindari factor pencetus seperti infeksi saluran nafas atas elrgi udara dingin, dan factor pesikis gunakan obat local seperti aminofilin atau kortikosteroid inhalasi atau oral pada serangan asma ringan. Obat anti asma modern umumnya tidak berpengaruh negative terhadap janin selama di gunakan sesuai dengan anjuran dokter, kecuali adrenalin. Adrenalin mempengaruhi pertumbuhan janin akibat penyempitan pembuluh darah ke janin yang dapat mengganggu oksigenisasi pada janin tersebut. Namun, harus diingat aminofilin dapat menyebabkan penurunan kontraksi uterus.
Pada serangan asma akut, penangan sama dengan wanita hamil, yaitu berikan cairan intravena, encerkan cairan sekresi di paru, berikan O2 (setelah pengukuran PO2, PCO2) sehingga tercapai PO2>60 mmHg dengan kejenuhan 95% oksigen atau normal, cek bayi, dan berikan obat kortikosteroid.
Pada status asmatikus dengan dengan gagal nafas, jika setelah pengobatan intensif selama 30-60 menit tidak terjadi perubahan, secepatnya lakukan intubasi. Berikan antibiotik bila terdapat dugaan terjadi infeksi.
Upayakan persalinan secara spontan. Namun, bila pada pasien berada dalam serangan, lakukan ekstraksi vakum atau forceps. Seksio sesarea atas indikasi asma jarang au tak pernah dilakukan. Teruskan pengobatan regular asma selama proses kelahiran. Jangan diberikan analgesic yang mengandung histamine, tapi pilihlah morfin atau analgesic epidural. Hati-hati pada tindakan intubasi dan penggunaan prostaglandin E2 karena dapat menyebabkan bronkospasme.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi air susu. Aminofilin dapat terkandung dalam air susu sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan gangguan tidur. Namun, obat antiasma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam air susu sangat kecil.
Ada 4 tujuan utama dari penatalaksanaan medis pada klien bronkiektasi yaitu sebagai berikut:
a. Menemukan dan menghilangkan masalah yang mendasari
b. Memperbaiki kebersihan secret trakeobronkial
c. Engendalikan infeksi, khususnya pada masa eksaserbasi akut
d. Memulihkan obstruksi aliran udara pernapasan.
Pengontrolan infeksi dilakukan dengan pemberian obat anti microbial, berdasarkan hasil uji sensitivitas kultur organisme dari sputum. Klien mungkin akan diberikan obat antibiotic sel ama bertahun-tahun dengan tipe antibiotic yang berbeda sesuai dengan perubahan dalam interval.
Postural drainase merupakan dasar dari rencana penatalaksanaan, dikarenakan drainase pada area bronkiektasis dilakukan dengan menggunakan gaya gravitasi.
Bronkodilator dapat diberikan kepada orang yang juga mengalami penyakit jalan nafas obstruktif.
Intervensi bedah meskipun sering dilakukan tetapi tindakan ini hanya di indikasikan untuk klien yang mengalami ekspektorasi sputum yang berlanjut dalam jumlah besar dan mengalami peneomonia serta hemobtisis berulang pada klien yang tidak berobat secara teratur.
F. Pemeriksaan penunjang
1 Spirometer
Dilakukan sebelum dan sesudah bronkodilator hirup (nebulizer/inhaler), positif jika peningkatan VEP/KVP > 20%.
2 Sputum : eosinofil meningkat
3 Eosinofil darah meningkat
4 Uji kulit
5 RO dada
Yaitu patologis paru/komplikasi asma
6 AGD
Terjadi pada asma berat pada fase awal terjadi hipoksemia dan hipokapnia (PCO2 turun) kemudian fase lanjut normokapnia dan hiperkapnia (PCO2 naik).
Foto dada AP dan lateral. Hiperinflasi paru, diameter anteroposterior membesar pada foto lateral, dapat terlihat bercak konsolidasi yang tersebar.
Analisis gas darah: hiperkarbia sebagai tanda air trapping, asidosis metabolic, atau respiratorik. Pemeriksaan deteksi cepat antigen RSV yang dapat dikerjakan secara bedside.
BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
1. Riwayat kesehatan yang lalu:
• Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
• Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
• Kaji riwayat pekerjaan pasien.
2. Aktivitas
• Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
• Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
3. Aktivitas sehari-hari.
• Tidur dalam posisi duduk tinggi.
4. Pernapasan
• Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
• Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
• Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu, melebarkan hidung.
• Adanya bunyi napas mengi.
• Adanya batuk berulang.
5. Sirkulasi
• Adanya peningkatan tekanan darah.
• Adanya peningkatan frekuensi jantung.
• Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
• Kemerahan atau berkeringat.
6. Integritas ego
• Ansietas
• Ketakutan
• Peka rangsangan
• Gelisah
7. Asupan nutrisi
• Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
• Penurunan berat badan karena anoreksia.
8. Hubungan sosial
• Keterbatasan mobilitas fisik.
• Susah bicara atau bicara terbata-bata.
• Adanya ketergantungan pada orang lain.
B. Diagnosa yang Mungkin Muncul (Nanda, 2005-2006)
Diagnosa 1 : Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d bronkospasme.
Diagnosa 2 : perubahan nutrisi b/d Ketidak mampuan asupan makan.
Diagnosa 3: Resiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunita.( pertahanan)
Diagnosa 4 : Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ;salah mengerti.
C. Intervensi keperawatan
Dx 1. Bersihkan jalan napas tidak efektif
Mandiri
• Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, ex: mengi.
• Kaji/pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
• Catat adanya derajat dispnea, ansietas, distress pernafasan, penggunaan obat bantu.
• Tempatkan posisi yang nyaman pada pasien, contoh: meninggikan kepala tempat tidur, duduk pada sandara tempat tidur
• Pertahankan polusi lingkungan minimum, contoh: debu, asap dll.
• Tingkatkan masukan cairan sampai dengan 3000 ml/ hari sesuai toleransi jantung memberikan air hangat.
Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat sesuai dengan indikasi bronkodilator
Kolaborasi
• Berikan oksigen tambahan 2-4/menit
• Berikan obat sesuai indikasi ; Bronkodilator,kortikosteroid, mukolitik
Dx 2. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru selama serangan akut
Tujuan: pola nafas efektif
Kriteria hasil:
• Sesak berkurang atau hilang
• RR 18-24x/menit
• Tidak ada retraksi otot pernapasan
Intervensi:
• Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot pernapasan
• Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri
• Baringkan pasien dalam posisi fowler tinggi untuk memaksimalkan ekspansi dada
• Berikan terapi oksigen sesuai pesanan
Dx 3. Kerusakan pertukaran gas
Mandiri
• Kaji/awasi secara rutin kulit dan membrane mukosa.
• Palpasi fremitus
• Awasi tanda vital dan irama jantung
Dx. Kep3: Malnutrisi b/d anoreksia
Intervensi :
• Kaji kebiasaan diet, masukan makanan saat ini. Catat derajat kerusakan makanan.
• Sering lakukan perawatan oral, buang sekret, berikan wadah khusus untuk sekali pakai.
• Kolaborasi dalam pemberian oksigen tambahan selama makan sesuai indikasi.
Dx. Kep 4: Risiko tinggi terhadap infeksi b/d tidak adekuat imunitas.
Intervensi:
• Awasi suhu.
• Diskusikan kebutuhan nutrisi adekuat.
• Dapatkan specimen sputum dengan batuk atau pengisapan untuk pewarnaan gram, kultur/sensitifitas (kolaborasi).
Dx. Kep 5: Kurang pengetahuan b/d kurang informasi ; salah mengerti.
Intervensi:
• Jelaskan tentang penyakit individu.
• Diskusikan obat pernafasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan.
• Tunjukkan teknik penggunaan inhaler.
B. Analisa Data
No Data Masalah Penyebab
1 Data Subjektif :
- Klien mengatakan batuk ketika berpaparan dengan debu.
-klien mengatakan sesak napas.
Data Objektif :
- Klien tanpak berkeringat dan susah bernafas.
TTV :
- N : 80 x /i
- T : 37oC
- RR : 28 x / i
- TD : 100 / 60 mmHg
Bronkos pasme
Bersihan jalan napas tidak efektif
2 Data Subjektif :
- Ibu mengatakan anaknya mengalami batuk produktif dan susah bernafas.
- Ibu mengatakan anaknya tanpak pucat,lemah saat batuk.
Data Objektif :
- Anak tampak lemah dan gelisah
- Tapak pucat
- Batuk produktif, kental dan sulit keluar.
- TTV
N : 80 x / i
T : 37oC
RR : 28 x /I
TD : 100/60 mmHg
Imunitas
Resiko tinggi terhadap infeksi
3 Data Subjektif :
- Ibu mengatakan nafsu makan menurun sejak sakit
- Ibu mengatakan anak mengalami mual dan muntah
Data Objektif :
- Nafsu makan menurun
- Anak tidak bisa menghabiskan porsi makan
Perubahan nutrisi
Kurangnya asupan makanan &
Ketidak mampuan asupan makanan
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan Tujuan Rencana tindakan Rasionalisasi
Bersihan jalan nafas tak efektif b/d peningkatan produksi mukus yang ditandai os batuk dan dahak sulit keluar, sputum warna putih kental,os gelisah Setelah diberi tindakan perawatan selama 3x 24 jam jalan nafas pasien efektif ,dengan KE:
-Bunyi jalan nafas bersih/jelas
-Pasien bisa batuk efektif dan mengeluarkan sekret - Auskultasi bunyi nafas ,catat adanya bunyi mengi, ronkhi
-Pantau frekuensi pernafasan.catat rasio inspirasi/ expirasi
-Beri posisi nyaman, misal:peninggian kepala tempat tidur,duduk pada sandaran tempat tidur
-Beri pasien 6-8 gelas /hari kecuali ada indikasi lain
-Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernafasan diafragma dan batuk
-Lakukan drainage postural dengan perkusi dan fibrasi pada pagi dan malam sesuai yang diharuskan
-Instruksikan pasien menghindari iritan seperti asap , asap rokok, aerosol, cuaca dingin
-Beri bronkodilator sesuai therapi -Mengetahui luasnya obstruksi oleh mukus
-Mengetahui tanda stress pernafasan
-Sekresi bergerak sesuaigayagravitasi akibat perubahan posisi dan meningkatkan kepala tempat tidur akan memindahkan isi perut menjauhi diafragma sehingga memungkinkan diafragma untuk berkontraksi
-Mengencerkan sekret.
-Mengeluarkan sekret dan meningkatkan patensi jalan nafas
-Merontokkan sekret agar mudah dikeluarkan
- Tidak merangsang pembentukan mukus lagi
-Memfasilitasi pergerakan sekret.
Kerusakan pertukaran gas b/d ketidaksamaan ventilasi dan perfusi yang ditandai dengan os mengatakan nafas sesak , tampak retraksi otot bantu pernafasan,RR > 20 kali /menit,PaO2 < 60 mmHg, Pa CO2 > 40 mmHg, os tampak sianosis
Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam terjadi perbaikan dalam pertukaran gas dengan KE:
-GDA dalam rentang normal
-Gejala disstres pernafasan tidak ada
-Tanda –tanda vital dalam batas normal
-Gelisah tidak ada -Observasi frekuensi, kedalaman pernafasan,catat penggunaan otot bantu nafas,nafas bibir,ketidakmampuan bicara/ berbincang
-Observasi tingkat kesadaran
-Monitor AGD
-Atur pemberian oksigen
-Beri posisi duduk(fowler)
-Dorong nafas dalam perlahan atau nafas bibir sesuai kemampuan
-Beri bronkodilator sesuai therapy
-Observasi tanda vital, dan warna membrane mukosa kulit
-Kolaboratif tindakan intubasi dan ventilasi mekanik bila perlu -Mengetahui adekuatnya jalan nafas dan meningkatnya kerja pernafasan
-Mengetahui indikasi hipoksia
-Menentukan keseimbangan asam basa ,dan kebutuhan oksigen
-Menambah suplai O2 sehingga meningkatkan pertukaran gas
-Mengoptimalkan kontraksi diafragma
-Memfasilitasi pernafasan yang dalam sehingga O2 yang masuk lebih banyak
-Meningkatkan diameter jalan nafas sehingga mengurangi kerja pernafasan
-Mengetahui adekuatnya suplai O2 ke paru-paru dan jaringan
-Mempertahankan suplai O2 saat terjadi gagal nafas
.Intoleransi aktivitas b/d kelemahan fisik yang ditandai dengan os mengatakan badan lemah, os mengatakan nafas sesak,berkeringat
Setelah diberi tindakan perawatan selama 3×24 jam pasien menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktivitas, dengan KE:
-Pasien dapat dan mau melakukan aktivitas sesuai kemampuannya
-Tanda tanda vital dalam batas normal
telah diberi tindakan perawatan 2x 30 menit rasa cemas pasien berkurang dengan,
-Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas
-Catat adanya dispnea, peningkatan kelelahan dan perubahan tanda vital selama dan setelah aktivitas.
-Berikan kepada pasien aktivitas sesuai kemampuannya
-Pertahankan obyek yang digunakan pasien agar mudah terjangkau
-Bantu pasien melakukan aktivitas dengan melibatkan keluarga
-Observasi vital sign
-Kaji tingkat cemas pasien(ringan ,sedang, berat,panik)
-Bantu pasien menggunakan koping yang efektif
-Menentukan kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
-Menentukan periode istirahat pasien dan aktivitas yang menimbulkan kelelahan pasien.
-Memenuhi kebutuhan pasien tanpa menimbulkan kelelahan
-Memudahkan pasien dalam penggunaan sehingga mengurangi penggunaan O2
-Semua kebutuhan pasien dapat terpenuhi
-Tanda vital yang normal mendukung pasien untuk beraktivitas
-Petunjuk intervensi yang terapeutik
-Bisa menghilangkan cemas ,membantu pasien menggunakan pikiran yang sehat kedepan.
Resiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d susah makan Setelah diberikan tindakan perawatan 1x 24 jam pasien tidak mengalami perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dengan KE:
-Pasien mau makan
-Sesak nafas dan batuk berkurang
-Pasien tahu pentingnya nutrisi untuk pemulihan -Lakukan prosedur terapi sesuai advis
-Beri informasi tentang pentingnya nutrisi untuk pemulihan
-Anjurkan keluarga untuk membantu pasien makan
-Beri diet lunak TKTP -Sesak dan produksi mukus berkurang
-Pasien termotivasi untuk mau makan
-Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi
-Makanan mudah dicerna dan kebutuhan kalori terpenuhi
Kurang pengetahuan b/d kurang informasi yang ditandai dengan os mengatakan tidak tahu faktor penyebab penyakit dan kekambuhan
Setelah diberikan tindakan perawatan 2 x 30 menit pengetahuan pasien bertambah dengan KE :
-Os tahu tentang penyakitnya
-Os tahu penyebab/ pencetus penyakit
-Os tahu cara menghindari kekambuhan -Beri KIE tentang pengertian dan penyebab / pencetus dari penyakit
-Beri KIE cara menghindari kekambuhan seperti:
menghindari cuaca dingin dan debu, memakai baju penghangat dan masker hidung, mengurangi aktivitas / latihan berlebih.
-Beri KIE untuk kontrol ulang penyakitnya
-Os tahu tentang sakitnya dan tahu faktor penyebab / pencetus penyakit
- Os tahu dan bisa menghindari faktor pencetus kambuh
-Os tahu perkembangan penyakit sehingga resiko kambuh berkurang
D. Tindakan Keperawatan
Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan untuk menilai keberhasilan tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan. Setelah melaksanakan tindakan keperawatan maka hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana tujuan yaitu:
1 Bersihan jalan nafas pasien efektif
2 Pasien mengalami perbaikan dalam pertukaran gas
3 Pola nafas pasien efektif
4 Pasien menunjukkan toleransi terhadap aktivitas
5 Rasa cemas pasien berkurang.
6 Pasien tidak mengalami perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
7 Kebutuhan istirahat dan tidur pasien terpenuhi
8 Pengetahuan pasien tentang penyakitnya bertambah
9 Pasien tidak mengalami infeksi
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asma adalah mengi berulang atau batuk persisten dalam keadaan di mana asma adalah yang paling mungkin, sedangkan sebab lain yang lebih jarang telah disingkirkan. Insidensi asma dalam kehamilan adalah sekitar o,5-1% dari seluruh kehamilan.
Asma adalah suatu gangguan pada saluran bronkhial dengan ciri bronkospasme periodik(kontraksi spasme pada saluran nafas).(iman somantri, 2008).
Asma adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermiten, reversibel dimana trakea dan bronki berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (smeltzer, suzanne c,2002).
Biasanya pada asma diagnosa yang pertama kali muncul adalah klien merasakan sesak nafas yang berhubungan dengan proses penyakit. Sebab pada saat pengkajian pada pasien asma ditemukan bahwa pasien merasa susah dalam bernafas, berkeringat, anoreksia dan sulit dikeluarkan.
Adapun tindakan yang dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh anak yaitu dengan memberikan kompres hangat, karena bila menggunakan kompres dingin dapat mempercepat panas tubuh. Sementara, tindakan yang dilakukan untuk mengatasi kurang volume cairan dengan memenuhi kebutuhan cairan melalui pemberian infus ringer laktat 5% (RL) atau dekstrosa 5%.
B. Saran
Diharapkan kepada para pembaca khususnya mahasiswa/i STIKES Tri Mandiri Sakti Bengkulu dapat memahami konsep teori asuhan keperawatan dari ASMA.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak 2. Edisi Pertama. Jakarta : Salemba Medika.
Supriyadi Agus_Document/2012
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga Jilid Kesatu. Jakarta. Media Aesculapius.
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Edisi Kedua. Jakarta : Buku Kedokteran.
Noer, Sjaifoellah. 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid Kesatu. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Doongoes, E Marilynn.Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3.Jakarta : Buku Kedokteran EGC.
Senin, 12 Mei 2014
In:
Askeb
Asuhan Keperawatan Anemia ( ASKEP Anemia )
Anemia adalah suatu keadaan di mana jumlah eritrosit yang beredar atau konsentraisi hemoglobin menurun
Anemia pada kehamilan di Indonesia masih tinggi, dengan angka nosional 65% yang setiap daerah mempunyai variasi berbeda.
Anemia, gangguan medis yang paling umum ditemui pada masa hamil, mempengaruhi sekurang – kurangnya 20% wanita hamil. Wanita ini memiliki insiden komplikasi puerperal yang lebih tinggi, seperti infeksi, daripada wanita hamil dengan nilai hematologi normal.
Anemia menyebabkan penurunan kapasitas darah untuk membawa oksigen. Jantung berupaya mengonpensasi kondisi ini dengan meningkatkan curah jantung. Upaya ini meningkatkan kebebasan kerja jantung dan menekan fungsi ventricular. Dengan demikian, anemia yang menyertai komplikasi lain (misalnya, preeklampsia) dapat mengakibatkan jantung kongestif.
Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan murah.
Anemia diindikasikan bila hemoglobin ( Hb) kurang dari 12 g/dl pada wanita yang tidak hamil atau kurang dari 10 g/dl pada wanita hamil.
Anemia megaloblastik makrositik disebabkan oleh gangguan apa pun yang mempengaruhi sintesis DNA sel, tetepi membiarkan hemoglibinasi normal .
Anemia normokrom normositik disertai dengan perdarahan berlebihan atu gagalnya aktivitas sumsum tulang.
Umumnya terkait dengan anemia defisiensi zat besi. Jarang dijumpai kasus anemia megaloblastik saja.
ANEMIA: PERNISIOSA
readmore »»
BAB I
PENDAHULUAN
Kondisi medis dapat memperburuk kehamilan. Kondisi medis yang paling
sering muncul ialah anemia, khususnya anemia yang disebabkan oleh
defisiensi besi atau asam fola, penyakit atau galur sel sabit (sickle cell trait)
dan talasemia. Gangguan autoimun, pulmoner, saluran cerna, integument,
dan neorologi juga dapat ditemukan. Aspek – aspek terkait kehamilan
pada kondisi ini dibahas dalam bagian berikut.Anemia pada kehamilan di Indonesia masih tinggi, dengan angka nosional 65% yang setiap daerah mempunyai variasi berbeda.
Anemia, gangguan medis yang paling umum ditemui pada masa hamil, mempengaruhi sekurang – kurangnya 20% wanita hamil. Wanita ini memiliki insiden komplikasi puerperal yang lebih tinggi, seperti infeksi, daripada wanita hamil dengan nilai hematologi normal.
Anemia menyebabkan penurunan kapasitas darah untuk membawa oksigen. Jantung berupaya mengonpensasi kondisi ini dengan meningkatkan curah jantung. Upaya ini meningkatkan kebebasan kerja jantung dan menekan fungsi ventricular. Dengan demikian, anemia yang menyertai komplikasi lain (misalnya, preeklampsia) dapat mengakibatkan jantung kongestif.
Apabila seorang wanita mengalami anemia selama hamil, kehilangan
darah pada saat ia melahirkan, bahkan kalaupun minimal, tidak
ditoleransi dengan baik. Ia berisiko membutuhkan transfusi darah.
Sekitar 80% kasus anemia pada masa hamil merupakan anemia tipe
defisiensi besi (Arias, 1993). Dua puluh persen (20%) sisanya mencakup
kasus anemia herediter dan berbagai variasi anemia didapat, termasuk
anemia defisiensi asam folat, anemia sel sabit dan talasemia.
BAB II
KONSEP ANEMIA PADA IBU HAMIL
A. DEFINISI
Anemia adalah suatu keadaan di mana jumlah eritrosit yang beredar
atau konsentraisi hemoglobin menurun. Sabagai akibat,ada penurunan
trasportasi oksigan dari paru-paru ke jaringan perifer. Selama
kehamilan, anemia lazim terjadi dan biasanya disebabkan oleh difesiensi
besi, sekunder terhadap kehilangan darah sebalumnya atau asupan besi
yang tidak a jarang dekuat.Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr% (Wiknjosastro, 2002). Sedangkan anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin dibawah 11 gr% pada trimester I dan III atau kadar <10,5 gr% pada trimester II (Saifuddin, 2002). Anemia dalam kehamilan yang disebabkan karena kekurangan zat besi, jenis pengobatannya relatif mudah, bahkan murah.
Anemia diindikasikan bila hemoglobin ( Hb) kurang dari 12 g/dl pada wanita yang tidak hamil atau kurang dari 10 g/dl pada wanita hamil.
B. ETIOLOGI
Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh defisiensi besi dan
perdarahan akut bahkan tidak jarang keduannya saling berinteraksi
(Safuddin, 2002). Menurut Mochtar (1998) penyebab anemia pada umumnya
adalah sebagai berikut:
1. Kurang gizi (malnutrisi)
2. Kurang zat besi dalam diit
3. Malabsorpsi
4. Kehilangan darah banyak seperti persalinan yang lalu, haid dan lain-lain
5. Penyakit-penyakit kronik seperti TBC paru, cacing usus, malaria dan lain-lain
C. KLASIFIKASI ANEMIA DALAM KEHAMILAN
Klasifikasi anemia dalam kehamilan menurut Mochtar (1998), adalah sebagai berikut:
1. Anemia Defisiensi Zat Besi
Adalah anemia yang terjadi akibat kekurangan zat besi dalam darah.
Pengobatannya yaitu, keperluan zat besi untuk wanita hamil, tidak hamil
dan dalam laktasi yang dianjurkan adalah pemberian tablet besi.
Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
Terapi Oral adalah dengan memberikan preparat besi yaitu fero sulfat, fero glukonat atau Na-fero bisirat. Pemberian preparat 60 mg/ hari dapat menaikan kadar Hb sebanyak 1 gr%/ bulan. Saat ini program nasional menganjurkan kombinasi 60 mg besi dan 50 nanogram asam folat untuk profilaksis anemia (Saifuddin, 2002).
Terapi Parenteral baru diperlukan apabila penderita tidak tahan akan zat besi per oral, dan adanya gangguan penyerapan, penyakit saluran pencernaan atau masa kehamilannya tua (Wiknjosastro, 2002). Pemberian preparat parenteral dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 mg) intravena atau 2 x 10 ml/ IM pada gluteus, dapat meningkatkan Hb lebih cepat yaitu 2 gr% (Manuaba, 2001).
Untuk menegakan diagnosa Anemia defisiensi besi dapat dilakukan
dengan anamnesa. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering
pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil muda.
Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan
alat sachli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan yaitu trimester I
dan III. Hasil pemeriksaan Hb dengan sachli dapat digolongkan sebagai
berikut:
1) Hb 11 gr% : Tidak anemia
2) Hb 9-10 gr% : Anemia ringan
3) Hb 7 – 8 gr%: Anemia sedang
4) Hb < 7 gr% : Anemia berat
Kebutuhan zat besi pada wanita hamil yaitu rata-rata mendekatai 800
mg. Kebutuhan ini terdiri dari, sekitar 300 mg diperlukan untuk janin
dan plasenta serta 500 mg lagi digunakan untuk meningkatkan massa
haemoglobin maternal. Kurang lebih 200 mg lebih akan dieksresikan lewat
usus, urin dan kulit. Makanan ibu hamil setiap 100 kalori akan
menghasilkan sekitar 8–10 mg zat besi. Perhitungan makan 3 kali dengan
2500 kalori akan menghasilkan sekitar 20–25 mg zat besi perhari. Selama
kehamilan dengan perhitungan 288 hari, ibu hamil akan menghasilkan zat
besi sebanyak 100 mg sehingga kebutuhan zat besi masih kekurangan untuk
wanita hamil (Manuaba, 2001).
2. Anemia Megaloblastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh karena kekurangan asam folik, jarang sekali karena kekurangan vitamin B12.
Pengobatannya:
a. Asam folik 15 – 30 mg per hari
b. Vitamin B12 3 X 1 tablet per hari
c. Sulfas ferosus 3 X 1 tablet per hari
d. Pada kasus berat dan pengobatan per oral hasilnya lamban sehingga dapat diberikan transfusi darah.
3. Anemia Hipoplastik
Adalah anemia yang disebabkan oleh hipofungsi sumsum tulang,
membentuk sel darah merah baru. Untuk diagnostik diperlukan
pemeriksaan-pemeriksaan diantaranya adalah darah tepi lengkap,
pemeriksaan pungsi ekternal dan pemeriksaan retikulosi.
4. Anemia Hemolitik
Adalah anemia yang disebabkan penghancuran atau pemecahan sel darah
merah yang lebih cepat dari pembuatannya. Gejala utama adalah anemia
dengan kelainan-kelainan gambaran darah, kelelahan, kelemahan, serta
gejala komplikasi bila terjadi kelainan pada organ-organ vital.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.
Pengobatannya tergantung pada jenis anemia hemolitik serta penyebabnya. Bila disebabkan oleh infeksi maka infeksinya diberantas dan diberikan obat-obat penambah darah. Namun pada beberapa jenis obat-obatan, hal ini tidak memberi hasil. Sehingga transfusi darah berulang dapat membantu penderita ini.
D. GEJALA ANEMIA PADA IBU HAMIL
Gejala anemia pada kehamilan yaitu:
· Ibu mengeluh cepat lelah,
· Sering pusing,
· Mata berkunang-kunang,
· Malaise,
· Lidah luka,
· Nafsu makan turun (anoreksia),
· Konsentrasi hilang,
· Nafas pendek (pada anemia parah); dan
· Keluhan mual muntah lebih hebat pada hamil muda.
E. GAMBARAN KLINIS
A. Riwayat
1. Mentruasi berlebihan
2. Kehilangan darah kronik
3. Riwayat keluarga
4. Diet yang tidak adekuat
5. Jarak kehamilan yang terlalu dekat
6. Anemia pada kehamilan sebelumnya
7. Pika ( nafsu makan terhadap bahan bukan makanan )
B. Tanda dan Gejala
1. Keletihan, malaise, atau mudah megantuk
2. Pusing atau kelemahan
3. Sakit kepala
4. Lesi pada mulut dan lidah
5. Aneroksia,mual, atau muntah
6. Kulit pucat
7. Mukosa membrane atau kunjung tiva pucat
8. Dasar kuku pucat
9. Takikardi
F. TES LABORATORIUM
Hitung sel darah lengkap dan Apusan darah: untuk tujuan praktis,
maka anemia selama kehamilan dapat didefinisikan sabagai hemoglobin
kurang dari pada 10 atau 11 gr/100 ml dan hematokrit kurang dari pada
30% sampai 33% .
Apusan darah tepi memberikan evaluasi morfologo eritrosit, hitung jenis leukosit dan perkiraan keadekutan trombosit.
G. DIAGNOSA ANEMIA
Anemia hipokrom mikrositik: produksi eritrosit norma,tetapi sintesis
hemoglobin terganggu. Defiesiensi besi dipengaruhi oleh sintesis
hemetalasemia lemah dalam mensientesis globulin. Sel-sel kecil, dengan
penurunan dengan konsentrasi hemoglobin. Nilai besi serum
(serum iron) membantu mambedakan dua kelaianan : besi serum menurun pada
defisiensi besi dan normal ( atau meningkat ) pada talasemia.Anemia megaloblastik makrositik disebabkan oleh gangguan apa pun yang mempengaruhi sintesis DNA sel, tetepi membiarkan hemoglibinasi normal .
Anemia normokrom normositik disertai dengan perdarahan berlebihan atu gagalnya aktivitas sumsum tulang.
H. PENATALAKSANAAN
A. Pada saat kunjungan awal, kaji riwayat pasien
1. Telusuri riwayat anemia, masalah pembekuan darah, penyakit
sel sabit, anemia glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), atau peyakit
hemolitik herediter lain.
2. Kaji riwayat keluarga
B. Lakukan hitungan darah lengkap pada kunjungan awal.
1. Morfologi
a. Morfologi normal menunjukkan sel darah merah (SDM) yang sehat dan matang
b. SDM mikrositik hipokrom menunjukkan anemia defisiensi zat besi
c. SDM makrositik hipokrom menunjukkan anemia pernisiosa
2. Kadar hemoglobin (Hb) dan hematokrin (Ht) pada kehamilan
a. Kadar Hb lebih dari 13 g/dl dengan Ht lebih dari 40% dapat menunjukkan hipovolemia. Waspada dehidrasi dan preklamsi
b. Kadar Hb 11,5-13 g/dl dengan Ht 34%-40% menunjukkan keadaan yang normal dan sehat.
c. Kadar Hb 10,5-11,5 g/dl dengan Ht 31%-32% menunjukkan kadar yang rendah, namun masih normal.
d. Kadar Hb 10 g/dl disertai Ht 30% menunjukkan anemia
(1) Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling gizi,atau keduanya
(2) Berikan suplemen zat besi 1 atau 2 kali/hari, atau satu kapsul time-release, seperti Slow-Fe setiap hari
e. Kadar Hb < 9-10 g/dl dengan Ht 27%-30% dapat menunjukkan anemia megaloblastik.
(1) Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling diet.
(2) Rekomendasikan pemberian suplemen ferum-sulfat 325 mg per oral, 2 atau 3 kali/hari.
f. Kadar Hb <9g/dl dengan Ht <27% atau anemia yang
tidak berespon terhadap pengobatan di atas, diperlukan langkah-langkah
berikut:
(1) Periksa adanya pendarahan samara tau infeksi.
(2) Pertimbangkan untuk melakukan uji laboratorium berikut:
(a) Hb dan Ht (untuk meyingkirkan kesalahan laboratorium)
(b) Kadar kosentrasizat besi serum
(c) Kapasitas pegikat zat besi
(d) Hitung jenis sel (SDP dan SDM)
(e) Hitung retikulosit (untuk megukur produksi eritrosit)
(f) Hitung trombosit
(g) uji guaiac pada feses untuk medeteksi pendarahan samar
(h) Kultur feses untuk memeriksa telur dan parasit
(i) Skrining G6PD (lahat panduan untuk anemia: Hemolitik didapat) bila klien keturunan Afika-Amerika.
(3) Konsultasikan dengan dokter
(4) Rujuk pasien ke ahli gizi atau konseling gizi.
C. Bila pasien hamil, periksa kadar hematokrin pda awal
kunjungan , yaitu 28 minggu kehamilan dan 4 minggu setelah memulai
terapi.
1. Atasi tanda-tanda anemia (sesuai informasi sebelumnya pada poin IV-Penatalaksanaan B2).
2. Konsultasikan ke dokter bila:
a. Terdapat penurunan Ht yang menetap walaupun sudah mendapat terapi
b. Terdapat penurunan yang signifikan, dibandingkan dengan hasil sebelumnya (singkirkan kesalahan labotaturium).
c. Tidak berespons trhadap terapi setelah 4-6 minggu
d. Kadar Hb <9,0 g/dl atau Ht <27%.
I. AKIBAT LANJUTAN
Pada ibu hamil yang anemia dapat mengalami:
1. Keguguran.
2. Lahir sebelum waktunya.
3. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).
4. Perdarahan sebelum dan pada waktu persalinan.
5. Dapat menimbulkan kematian.
ANEMIA: DEFISIENSI ZAT BESI
I. Definisi dan Etiologi
A. Anemia defisiensi zat besi merupakan anemia yang paling umum
saat kehamilan, sekitar 95% anemia terkait kehamilan tergolong anemia
defisiensi zat besi.
B. Morfologi terdiri dari SDM hipokrom mikrositik.
C. Zat besi serum menurun dan kapasitas pengikat zat besi meningkat.
II. Gambaran Klinis
A. Curigai adanya anemia defisiensi zat besi bila terdapat:
1. Satu atau lebih factor-faktor predisposisi anemia
2. Kadar Ht < 30%
B. Konfirmasi diagnosis sebagai anemia defisiensi zat besi bila terdapat:
1. Morfologi menunjukkan SDM hipokrom mikrositik
2. Saturasi zat besi serum <15% setelah terapi zat besi pasien dihentikan selama satu minggu.
III. Penatalaksaan
A. Skrining rutin
1. Pada kunjungan awal, tanyakan tentang riwayat anemia atau masalah pembekuan darah sebelumnya.
2. Minta hitung darah lengkap pada kunjungaan awal.
3. Diskusikan pentingnya mengonsumsi vitamin prenatal (disertai zat besi).
4. Periksa ulang Ht pada 28 minggu kehamilan.
B. Terapi anemia:
1. Terapi oral ialah dengan pemberian : fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat.
2. Bila Hb <10 g/dl dan Ht <30%, lakukan tindakan berikut:
a. Berikan konseling gizi.
(1) Tinjau diet pasien.
(2) Diskusikan sumber-sumber zat besi dalam diet.
(3) Berikan kepada pasien selebaran mengenai makanan tinggi zat besi.
(4) Rujuk ke ahli gizi.
b. Sarankan suplemen zat besi sebagai tambahan vitamin
paranatal. Kebutuhan zat besi saat kehamilan adalah 60 mg unsure zat
besi.
(1) Tablet zat besi time-release merupaka pilihan terbaik, namun lebih mahal. Setiap sediaan garam zat besi standar sudah mencukupi kebutuhan zat besi.
(2) Minum 1-3 tablet per hari dalam dosis yang terbagi.
(3) Zat besi diabsorbsi lebih baik pada keadaan lambung kosong. Minum 1 jam sebelum makan atau 2 jam sesudahnya.
(4) Vitamin C membantu absorbs zat besi. Minum zat besi disertai jus yang tinggi vitamin C atau tablet vitamin C.
(5) Antasid dan produk susu dapat mengganggu absorbs zat besi.
(6) Lebih baik mengkonsumsi zat besi bersama antasid atau makanan daripada tidak mengkonsumsi sama sekali.
3. Bila Hb <9 g/dl dan Ht <27% pertimbangkan anemia megaloblastik. Kelola pasien ini menurut panduan terapi anemia.
4. Bila kadar Hb <9 g/dl dan Ht ≤27% saat mulai persalinan, pertimbangkan pemberian cairan IV atau heparin lock saat persalinan.
5. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb
sebanyak 1 g%/bulan. Efek samping pada traktus gastrointestinal relatif
kecil pada pemberian preparat Na-fero bisitrat dibandingkan dengan
ferosulfat.
6. Kini program nasional mengajukan kombinasi 60 mg besi dan 50µg asam folat untuk profilaksis anemia.
7. Pemberian preparat parenteral yaitu dengan ferum dextran
sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2 x 10 ml/im pada gluteus, dapat
meningkatkan Hb relatif lebih cepat yaitu 2 g%. Pemberian parenteral
ini mempunyai indikasi : intoleransi besi pada gastrointestinal, anemia
yang berat, dan kepatuhan yang buruk. Efek samping utama ialah reaksi
alergi, untuk mengetahuinya dapat diberikan dosis 0,5 cc/im dan bila tak
ada reaksi, dapat diberikan seluruh dosis.
ANEMIA: MEGALOBLASTIK
I. Definisi dan Etiologi
Anemia megaloblastik adalah penyakit yang ditandai dengan penurunan jumlah SDM (sel darah merah) dan hipokrom makrositik.Umumnya terkait dengan anemia defisiensi zat besi. Jarang dijumpai kasus anemia megaloblastik saja.
C. Anemia megaloblastik berhubungan dengan kurangnya sayuran segar atau protein hewani dalam diet.
II. Gambaran klinis
A. Gejala
1. Mual dan muntah
2. Anoreksia
B. Morfologi
1. SDM hipokrom makrositik
2. Kadar Hb dan Ht rendah serta tidak berespon terhadap terapi zat besi
C. Riwayat diet menunjukkan asupan rendah sayuran segar, protein hewani, atau keduanya.
III. Penatalaksanaan
A. Suplemen
1. Vitamin prenatal yang mengandung asam folat dan zat besi
2. Satu sampai dua milligram asam folat per hari untuk memperbaiki defisiens asam folat.
3. Suplemen zat besi, dengan pertimbangan bahwa anemia megaloblastik jarang terjadi tanpa anemia defisiensi zat besi.
B. Konseling gizi
1. Kaji diet pasien
2. Rekomendasikan sumber-sumber asam folat dalam diet
3. Rujuk ke ahli gizi
C. Hitung darah lengkap
1. Ulangi hitung darah lengkap dalam 1 bulan.
2. Perhatikan adanya peningkatan hitung retikulosit sebesar
3-4% dalam 2-3 minggu, dan sedikit peningkatan pada hitung Hb dan Ht.
ANEMIA: HEMOLITIK DIDAPAT (ACQUIRED HEMOLYTIC ANEMIA)
I. Definisi. Suatu defek
enzimatik yang terkait-kromosom X dan diturunkan, yang ditandai dengan
ketidak mampuan tubuh memproduksi enzim G6PD, yaitu enzim yang berfungsi
sebagai katalis penggunaan glukosa secara aerob oleh SDM. Anemia ini
dapat ditemukan pada keturunan Afrika-Amerika, Asia, dan Mediterania.
II. Insidens. Dua persen dari semu wanta keturunan Afrika-Amerika menderita penyakit ini.
III. Etiologi. Infeksi dan
beberapa obat oksidik pada kondisi defisiensi G6PD akan memicu hemolisis
SDM yang megakibatkan anemia hemolitik ringan sampai berat.
IV. Penatalaksanaan
A. Skrining: Pasien keturunan Afrika-Amerika yang mengalami
anemia atau kerap mengalami infeksi saluran kemih (ISK) berulang harus
menjalani skrining G6PD.
B. Terapi
1. Resepkan 1 mg asam folat setiap hari.
2. Berikan daftar obat-obatan yang perlu dihindari.
3. Bila pasien hamil, lakukan kultur dan sensitivitas (culture and sensitivity, C&S) urine bulanan.
4. Konsultasikan dengan dokter bila pasien dalam keadaan krisis atau mengalami anemia berat.
C. Pengobatan: Pasien harus menghindari obat-obat berikut:
1. Aldomet
2. Asam askorbat (dosis besar)
3. Asam nalidiksik
4. Asam para-aminosalisilat
5. Aspirin
6. Diafenilsulfon
7. Fenasetin
8. Isoniazid
9. Kloramfenikol
10. Kuinakrin (atabrine)
11. Kuinidin
12. Kuinin
13. Kuinosid
14. Methylene blue
ANEMIA: PERNISIOSA
I. Defisiensi dan Etologi
A. Anemia pernisiosa disebabkan kekurangan faktor intrinsik pada asam lambung, yang diperlukan untuk absorbsi vitamin B12 dari makanan . karena B12 tidak dapat diabsorbsi, SDM tidak matang dengan normal.
B. Kasus ini jarang dijumpai pada individu dibawah usia 35 tahun.
II. Gambaran Klinis
A. Anemia pernisiosa ditandai dengan SDM makrositik, yang bias juga normokrom atau hipekrom.
B. SDMpada anemia sulit dibedakan dengan SDM pada defisiensi asam folat.
C. Terapi asam folat dapat menyamarkan anemia pernisiosa karena SDM menjadi normositik, meskipun penyakit ini masih ada.
III. Diagnosis
A. Curigai adanya anemia pernisiosa bila setelah terapi asam
folat, morfologi SDM menjadi normal, namun hematokrit tdak meningkat.
B. Diagnosis ditegakkan bila terjadi perbaikan setelah percobaan terapi dengan 1000 mg vitamin B12 per parenteral selama 3 bulan.
IV. Penatalaksanaan
A. Kaji diet pasien terhadap produk hewani. Bila asupan dietnya kurang sumber-sumber vitamin B12 berikan konseling gizi.
B. Berikan 1 cc (1000 ng) vitamin B12 parenteral per IM setiap bulan.
C. Tawarkan rujukan ke ahli gizi.
D. Ulangi hitung sel darah lengkap dalam 1 bulan.
1. Kondisinya membaik bila:
a. Morfologi normal
b. Kadar Ht meningkat
2. Bila tidak ada perubahan, konsultasikan ke dokter.
ANEMIA: SEL SABIT
I. Definisi dan Etiologi
A. Jenis
1. Pada sifat (trait) sel sabit, ada satu gen normal dan satu gen Hb-S. gejala tidak tampak kecuali pada keadaan deprivasi oksigen berat.
2. Pada penyakit sel sabit, kedua gen adalah Hb-S. penyakit
ini kronik dan melemahkan. Angka morbiditas dan mortalitas penyakit ini
tinggi.
B. Insidens
1. Satu dari 12 keturunan Afrika-Amerika membawa sifat sel sabit.
2. Satu dari 500 keturuna Afrika-Amerika menderita penyakit ini.
II. Penatalaksanaan
A. Programkan skrining sel sabit pada semua pasien Afrika-Amerika:
1. Bila uji negatif, kedua gen normal dan tidak ada masalah.
2. Bila uji positif, minta pemeriksaan elektroforesis hemoglobin.
a. Bila gen homozigot,pasien dianggap beresiko tinggi dan harus dirujuk ke dokter.
b. Bila gen heterozigot, pasien dianggap beresiko rendah dapat dikelola secara normal selama kehamilan dan persalinan.
B. Pertimbangkan kultur dan sensitivitas urine bulanan karena peningkatan resiko ISK selama kehamilan.
C. Beri konseling kepada pasien:
1. Jelaskan kepada pasien mengenai sifat sel sabit yang dibawanya.
2. Sarankan pemeriksaan ayah bayi. Bila gen ayah juga heterozigot, ada kemungkinan bayinya menderita penyakit ini.
3. Rujuk pasien untuk konseling genetik bila perlu.
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL
DENGAN ANEMIA
A. PENGKAJIAN
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluru(Boedihartono, 1994).
Pengkajian pasien dengan anemia (Doenges, 1999) meliputi :
1. Aktivitas / istirahat
Gejala : keletihan, kelemahan, malaise umum. Kehilangan
produktivitas ; penurunan semangat untuk bekerja. Toleransi terhadap
latihan rendah. Kebutuhan untuk tidur dan istirahat lebih banyak.
Tanda : takikardia/ takipnae ; dispnea pada waktu bekerja atau
istirahat. Letargi, menarik diri, apatis, lesu, dan kurang tertarik pada
sekitarnya. Kelemahan otot, dan penurunan kekuatan. Ataksia, tubuh
tidak tegak. Bahu menurun, postur lunglai, berjalan lambat, dan
tanda-tanda lain yang menunujukkan keletihan.
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Gejala : riwayat kehilangan darah kronik, misalnya perdarahan GI kronis, menstruasi berat (DB), angina, CHF (akibat kerja jantung berlebihan). Riwayat endokarditis infektif kronis. Palpitasi (takikardia kompensasi).
Tanda : TD : peningkatan sistolik dengan diastolik stabil dan
tekanan nadi melebar, hipotensi postural. Disritmia : abnormalitas EKG,
depresi segmen ST dan pendataran atau depresi gelombang T; takikardia.
Bunyi jantung : murmur sistolik (DB). Ekstremitas (warna) : pucat pada
kulit dan membrane mukosa (konjuntiva, mulut, faring, bibir) dan dasar
kuku. (catatan: pada pasien kulit hitam, pucat dapat tampak sebagai
keabu-abuan). Kulit seperti berlilin, pucat (aplastik, AP) atau kuning
lemon terang (AP). Sklera : biru atau putih seperti mutiara (DB).
Pengisian kapiler melambat (penurunan aliran darah ke kapiler dan
vasokontriksi kompensasi) kuku : mudah patah, berbentuk seperti sendok
(koilonikia) (DB). Rambut : kering, mudah putus, menipis, tumbuh uban
secara premature (AP).
3. Integritas ego
Gejala : keyakinanan agama/budaya mempengaruhi pilihan pengobatan, misalnya penolakan transfusi darah.
Tanda : depresi.
4. Eleminasi
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
Gejala : riwayat pielonefritis, gagal ginjal. Flatulen, sindrom malabsorpsi (DB). Hematemesis, feses dengan darah segar, melena. Diare atau konstipasi. Penurunan haluaran urine.
Tanda : distensi abdomen.
5. Makanan/cairan
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
Gejala : penurunan masukan diet, masukan diet protein hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB). Nyeri mulut atau lidah, kesulitan menelan (ulkus pada faring). Mual/muntah, dyspepsia, anoreksia. Adanya penurunan berat badan. Tidak pernah puas mengunyah atau peka terhadap es, kotoran, tepung jagung, cat, tanah liat, dan sebagainya (DB).
Tanda : lidah tampak merah daging/halus (AP; defisiensi asam folat dan vitamin B12). Membrane mukosa kering, pucat. Turgor kulit : buruk, kering, tampak kisut/hilang elastisitas (DB). Stomatitis dan glositis (status defisiensi). Bibir : selitis, misalnya inflamasi bibir dengan sudut mulut pecah. (DB).
6. Neurosensori
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Gejala : sakit kepala, berdenyut, pusing, vertigo, tinnitus, ketidak mampuan berkonsentrasi. Insomnia, penurunan penglihatan, dan bayangan pada mata. Kelemahan, keseimbangan buruk, kaki goyah ; parestesia tangan/kaki (AP) ; klaudikasi. Sensasi manjadi dingin.
Tanda : peka rangsang, gelisah, depresi cenderung tidur, apatis.
Mental : tak mampu berespons, lambat dan dangkal. Oftalmik : hemoragis
retina (aplastik, AP). Epitaksis : perdarahan dari lubang-lubang
(aplastik). Gangguan koordinasi, ataksia, penurunan rasa getar, dan
posisi, tanda Romberg positif, paralysis (AP).
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
Gejala : nyeri abdomen samara : sakit kepala (DB)
8. Pernapasan
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
Gejala : riwayat TB, abses paru. Napas pendek pada istirahat dan aktivitas.
Tanda : takipnea, ortopnea, dan dispnea.
9. Keamanan
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Gejala : riwayat pekerjaan terpajan terhadap bahan kimia,. Riwayat terpajan pada radiasi; baik terhadap pengobatan atau kecelekaan. Riwayat kanker, terapi kanker. Tidak toleran terhadap dingin dan panas. Transfusi darah sebelumnya. Gangguan penglihatan, penyembuhan luka buruk, sering infeksi.
Tanda : demam rendah, menggigil, berkeringat malam, limfadenopati umum. Ptekie dan ekimosis (aplastik).
10. Seksualitas
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Gejala : perubahan aliran menstruasi, misalnya menoragia atau amenore (DB). Hilang libido (pria dan wanita). Imppoten.
Tanda : serviks dan dinding vagina pucat.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh
sekunder yang tidak adekuat (mis: penurunan hemoglobin, eukopenia,
supresi/penurunan respon inflamasi)
4. Konstipasi berhubungan dengan perubahan pada pola makan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
No
|
Diagnosa Keperawatan
|
Tujuan/Kriteria hasil
|
Intevensi
|
Rasional
|
|
1.
|
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
|
Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas(termasuk aktivitas sehari-hari.
|
1. Kaji kemampuan pasien untuk melakukan untuk melakukan tugas/AKS normal.
2. Kaji kehilangan/gangguan keseimbangan gaya jalan, kelemahan otot.
3. Awasi tekanan darah, nadi, pernapasan selama dan sesudah aktivitas.
4. Berikan lingkungan tenang.
5. Ubah posisi pasien dengan perlahan dan pantau terhadap pusing.
6. Anjurkan pasien untuk menghentikan aktivitas bila palpitasi.
|
1. Mempengaruhi pilihan intervensi/bantuan
2. Menunjukkan perubahan neurologi karena defesiensi vitamin B12 mempengaruhi keamanan pasien/resiko cedera.
3. Manifestasi kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah oksigen adekuat ke jaringan.
4. Meningkatkan istirahat untuk menurunkan kebutuhan oksigen tubuh dan menurunkan regangan jantung dan paru.
5. Hipotensi postural atau hipoksia serebral dapat menyebabkan pusing, berdenyut dan peningkatan resiko cedera.
6. Regangan/stres kardiopulmonal berlebihan/stres dapat menimbulkan kegagalan.
|
|
2.
|
Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
|
Menunjukkan peningkatan berat badan atau berat badan stabil dengan nilai laboratorium normal.
|
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai.
2. Observasi dan catat masukan makanan pasien.
3. Timbang berat badan tiap hari.
4. Berikan makan sedikit dan frekuensi sering dan/atau makan diantara waktu makan.
5. Observasi dan catat kejadian mual/muntah, flatus dan gejala lain yang berhubungan.
6. Berikan dan bantu hygiene mulut yang baik sebelum dan
sesudah makan, gunakan sikat gigi halus untuk penyikatan yang lembut.
Berikan pencuci mulut yang diencerkan bila mukosa oral luka.
7. Kolaborasi :
1.Berikan obat sesuai indikasi, mis.Vitamin dan suplemen mineral,
seperti sianokobalamin (vitamin B12), asam folat (Flovite); asam
askorbat (vitamin C),
2.Besi dextran (IM/IV.)
|
1. Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan intervensi.
2. Mengawasi masukan kalori atau kualitas kekurangan konsumsi makanan.
3. Mengawasi penurunan berat badan atau efektivitas intervensi nutrisi.
4. Makan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan meningkatkan pemasukan juga mencegah distensi gaster.
5. Gejala GI dapat menunjukkan efek anemia (hipoksia) pada organ.
6. Meningkatkan nafsu makan dan pemasukan oral, menurunkan
pertumbuhan bakteri, meminimalkan kemungkinan infeksi. Teknik perawatan
mulut khusus mungkin diperlukan bila jaringan rapuh/luka/perdarahan dan
nyeri berat.
7. Kolaborasi :
1. Kebutuhan penggantian tergantung pada tipe anemia dan/atau adanya masukan oral yang buruk dan defisiensi yag diidentifikasi.
2. Diberikan sampai defisit diperkirakan teratasi dan disimpan
untuk yang tak dapat diabsorpsi atau terapi besi oral, atau bila
kehilangan darah terlalu cepat untuk penggantian oral menjadi efektif.
|
|
3.
|
Resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh sekunder yang
tidak adekuat (mis: penurunan hemoglobin, eukopenia, supresi/penurunan
respon inflamasi).
|
Mngidentifikasi perilaku untuk mencegah/menurunkan resiko infeksi.
|
1. Tingkatkan cuci tangan yang baik oleh oemberi perawatan dan pasien.
2. Pertahankan teknik aseptic ketat pada prosedur/ perawatan luka.
3. Tingkatkan masukan cairan adekuat.
4. Pantau suhu, catat adanya menggigil dan takikardia dengan atau tanpa demam
5. Kolaborasi: berikan antiseptic topical, antibiotic sistemik.
|
1. Mencegah kontaminasi silang.
2. Menurunkan resiko infeksi bakteri.
3. Membantu dalam pengenceran secret pernafasan untuk mempermudah pengeluaran dan mencegah statis cairan tubuh.
4. Adnya proses inflamasi/infeksi membutuhkan evaluasi/pengobatan.
5. Mungkin digunakan secara propilaktik untuk menurunkan kolonisasi atau untuk pengobatan proses infeksi local.
|
|
4.
|
Konstipasi berhubungan dengan perubahan pada pola makan.
|
Membuat/kembali pola normal dari fungsi usus.
|
1. Observasi warna feses, konsistensi, frekuensi, dan jumlah.
2. Auskultas bunyi usus
3. Awasi masukan dan haluaran dengan perhatian khusus pada makanan/cairan.
4. Kaji kondisi kulit perianal dengan sering.
5. Kolaborasi: berikan obat anti diare, misalnya: difenoxsilat hidroklorida.
|
1. Membantu mengidentifikasi penyebab/ factor pemberat dan intervensi yang tepat.
2. Bunyi usus secara umum meningkat pada diare dan menurun pada konstipasi.
3. Dapat mengidentifikasi dehidrasi, kehilangan berlebihan atau alat dalam mengidentifikasi defisiensi diet.
4. Mencegah ekskoriasi kulit dan kerusakan kulit.
5. Menurunkan multilitas usus bila diare terjadi.
|
D. EVALUASI
1. Terjadi penurunan tanda fisiologis intoleransi, mis, nadi, pernapasan, dan TD masih dalamrentang normal pasien.
2. A. Tidak ada tanda terjadinya malnutrisi.
B. Klien menunjukan perilaku, perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan/atau mempertahankan berat badan yang sesuai.
3. Perilaku untuk mencegah/menurunkan risiko infeksi dapat diidentifikasi.
4. Fungsi usus mulai kembali normal.
DAFTAR PUSTAKA
Morgan Geri, dkk. 2009. Obstetri dan Ginekologi Pansuan Praktik. Jakarta: EGC.
Loowdermilk,dkk.2005.Buku Ajar Keperawatan Maternitas.Jakarta:EGC.
Taber Ben-zion,M,D.1994.Kapita Selekta Kedaruratan Obstet dan Ginekologi.Jakarta:EGC.
Prawirohardjo, Sarwono.2006.Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Meternal dan Neonatal.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka.
Doenges, Marilynn E,dkk.2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC.
Nanda.2009.Diagnosa Keperawatan 2009-2011.Jakarta:EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde.2001.Kapita Selekta Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB.Jakarta:EGC
Langganan:
Postingan (Atom)